Bunda
“Abang, yuk kita berangkat” ucap Joshua yang kini sudah rapih.
“Okee, papih.”
Kini keluarga Seoksoo tengah menuju Rumah Sakit tempat Bunda nya Jake di rawat.
Sesampainya di Rumah Sakit, suasananya cukup hening. Heeseung sangat khawatir dengan keadaan calon mertuanya itu. “Bunda sakit apa?” Tanyanya.
“Kanker paru-paru, Hee. Udah stadium empat. Itu juga aku baru tau tadi.. Bunda selama ini nahan sakit sendirian ya, Hee? Aku gagal jadi anak buat Bunda.. aku ganganterin Bunda ke Rumah Sakit buat kemo, aku ngebiarin Bunda nahan sakitnya sendiri, Hee.. aku gagal, Hee..” Heeseung yang mendengar suara Jake yang sudah bergetar, ia segera memeluknya untuk menenangkan.
“Hey.. kamu gak gagal, kok. Kamu anak yang hebat, Yeyun. Bunda pasti bangga sama kamu. Kita doain aja, ya, semoga bunda cepet sembuh.” Jake masih menangis dipelukan Heeseung. Sedangkan Ayah dan Papih yang melihatnya sangat bangga. Karena sekarang anak pertamanya itu bisa dipercaya.
“Mas.. abang udah gede, ya? Aku ganyangka.. padahal dulu abang masih kecil, masih kamu gendong-gendong. Sekarang, dia udah mau nikah, mas..” Dokyeom juga ikutan memeluk sang suami.
Adegan pelukan itu cukup lama, hingga mereka tak sadar bahwa Bunda nya Jake sudah sadar. “J-Jake…” ucap Bundanya yang terbata-bata.
“Bun” Jake mendekat. “Bun, ini Ayahnya Hee, dan itu papihnya Hee.” Dokyeom dan Joshua tersenyum kepadanya.
“Heeseung mana, Jake?”
Heeseung yang mendengar namanya dipanggil, ia segera mendekat, “Hee disini, Bun.” Ucapnya.
“Nak, Bunda titip Jake sama kamu, ya? Jangan kecewain dia. Bunda udah percaya sama kamu. Kalo semisal Bunda gabisa ngelihat kalian menikah, jangan sedih. Bunda tetep ngelihat dari atas.. Hee, tolong janji sama Bunda, janji kalau kamu akan terus sayang sama Jake selamanya. Jake cuma punya kamu nantinya.. umur Bunda cukup sampai sini, Hee. Tolong kalo sudah menikah, dan punya anak, beri nama anak kalian dengan nama Keenan. Bunda restuin hubungan kalian. Gausah pakai lamar-lamaran, Bunda mau kalian langsung nikah. Bunda gamau Jake kesepian nantinya. Bun-bunda mau tidur du—dulu…”
Tiba-tiba suara mesin yang bernama Elektrokardiogram berbunyi dan memperlihatkan garis lurus. Dokyeom langsung bergegas mencari dokter Rumah Sakit untuk mengecek keadaan Bunda nya Jake.
Dokter pun masuk, “mohon maaf, semuanya bisa keluar dulu.” Kata Dokter.
Jake terus menangis di pelukan Heeseung. “Hee.. Bunda gapapakan? Bunda cuma tidur kan? Itu suara mesinnya eror kan? Iyakan?” Heeseung tak berani bersuara, ia membiarkan sang pacar menangis.
Dokter pun keluar, “Mohon maaf, kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi, bu Yanti tidak bisa kami selamatkan. Saya pergi dulu.” Jake langsung masuk begitu saja dan memeluk sang Bunda.
“BUNDAAAAAAA!!!! BUN BANGUN BUN!!! Jake gabisa hidup tanpa Bunda.. Bun… Papah udah ninggalin Jake, Bunda juga mau ninggalin Jake? Bunda tega ngeliat Jake sendirian di dunia ini? Bun..” Heeseung berusaha menarik Jake dari dekapan Bundanya.
“HEE BUNDA HEE!! Itu bunda mau ditutup, Hee.. nanti Bunda gabisa napas. Hee..” Jake terus menangis melihat Bunda nya yang udah ditutup wajahnya dengan kain Rumah Sakit.
Dokyeom yang melihat sang anak kewalahan menghadapi Jake, kini ia menyuruh Heeseung mundur. “Hee, biar ayah aja.” Ucapnya.
“Jake, sini peluk Ayah.” Jake menurut, ia memeluk Dokyeom dengan sangat erat seperti ia memeluk Ayahnya sendiri. “Jake, kamu gasendirian.. masih ada Ayah, papih, adek, dan juga abang. Bunda kamu udah bahagia disana, Jake. Biarin Bunda tenang, ya? Jake gaboleh nangis.. nanti Bunda malah nangis disana. Jake kuat kan? Jake anak kuat. Lusa kamu nikah sama Hee, ya? Sesuai permintaan Bunda kamu, yang gamau ada lamar-lamaran. Jadi nanti langsung nikah, ya sayang..” Joshua, dan juga Heeseung ikut memeluk Jake. Kini ruangan Rumah Sakit penuh tangisan dari mereka yang berduka.