Harkan, pacar Pelin

“Har, papah udah pulang, sekarang lagi dalam perjalanan kerumah. Kamu nanti pulang aja, ya? Aku takut nanti papah marah … “ Bukan menjawab, justru Harkan mengacak-ngacak rambut Pelin, “gemes banget” ucap Harkan. “Emang papah marah kenapa?” lanjut Harkan.

“Ya marah karna aku pacaran lah” sahut Pelin, namun Harkan malah tertawa.

“Kamu ini, ya tinggal ngomong aja, “saya sayang sama anak bapak, saya janji gaakan nyakitin Pelin.” Gampangkan?” Timpalnya.

Pelin benar-benar tidak tahu harus menyembunyikan wajahnya yang merah akibat gombalan maut dari sang pacar ini dimana, “kamu salting, ya?” Tanya Harkan yang sudah tau lebih dulu. “Apasih” jawab Pelin.


Pelin, dan Harkan tiba dirumah, dan mereka langsung disambut dengan kehadiran lelaki berusia 40 tahun itu. Lelaki itu ialah papah dari Evelyn Angelo.

“Kamu abis darimana Lin?” Tanya papah.

“Nyari karton pah buat tugas … “ Ia terpaksa berbohong, karna dirinya takut kalo sang papah tau ia pacaran dengan seorang lelaki yang kini berada disampingnya. Nanti bisa-bisa papahnya marah.

“Boong, dia pacaran sama Harkan” teriak Hardin dari belakang dapur.

“Boong pah. Pelin gapac—“ omongan Pelin berhasil dipotong oleh Harkan, “benar, om. Saya pacarnya. Nama saya Harkan Alister, saya punya abang 2, dan kembaran.” Harkan mengulurkan tangannya dan dibalas oleh Surya.

“Tuhkan Pelin udah berani bohong sama papah” kata Surya, yang sambil tertawa melihat anaknya yang kini sedang menundukkan kepalanya.

“Maaf pah … “ Ucap Pelin.

“Pelin, lihat papah,” pinta Surya, “Pelin gapapa pacaran, tapi jangan sampai ngecewain papah, dan juga abang kamu ini. Papah liat Harkan baik kok, jadi gamungkin dong dia nyakitin kamu nantinya, ya kan bang?” Ke empat abangnya itu mengangguk.

“Jadi maksud papah, papah ngerestuin hubunga kita?” Surya mengangguk, “dengan satu syarat” Pelin yang penasaran memajukan sedikit kepalanya.

“Apa pah?”

“Jangan macem-macem.”

“Siapp, pah!” Seru Pelin yang langsung memeluk Surya begitu saja. “Makasih pah” Surya sangat senang melihat putri nya senang, dan sudah tumbuh dewasa seperti saat ini. Sebelumnya, Pelin memang jarang senyum, malah bisa dibilang gapernah senyum.

Semenjak mamahnya meninggal karna lahirin Pelin, Pelin sangat merasa menyesal dan bersalah, sama papah dan ke-empat abangnya. Karna dirinya, abang-abangnya jadi kehilangan kasih sayang seorang ibu.