Karna gue, lo ada disitu sekarang
Rakry yang sudah dipenuhi rasa penyesalan, ia ingin menjenguk Harkan kembali. Pada pukul 7 malam, Rakry pun langsung menuju kerumah sakit tempat Harkan dirawat.
“Har, gue dateng. Gue dateng buat jenguk lo lagi. Ya, walau waktunya gak tepat.” Ungkap Rakry sambil menyetir mobilnya.
Tak lama, Rakry pun tiba dirumah sakit. “Misi mas, mau kemana, ya?” Tanya pak Satpam. Rakry pun bingung harus menjawab apa. Ia hanya diam.
“Mas?” Lagi, dan lagi satpam itu bertanya. “Ehhh iya pak … mau ke ruangan sodara saya pak.” Kata Rakry yang sedang berbohong.
“Tapi mas, jam segini udah gak boleh besuk … “
“Saya udah janji sama mamah saya kok, pak.”
“Kalau gitu, mas boleh masuk.”
“Terima kasih, pak.” Rakry pun segera masuk, dan menuju ruangan Harkan dirawat.
Sebelum itu, ia sempat mengintip dibalik tembok terlebih dahulu apakah disana ada abang, abangnya Harkan atau tidak. “Semoga gak ada.” harap Rakry.
Dan benar saja. Di depan pintu kamar Harkan kosong. Rakry segera mendekati kamar itu. Ia melihat keadaan Harkan yang terbaring lemas dengan alat-alat dari rumah sakit itu dari luar pintu.
“Har … maafin gue …” Rakry benar-benar hancur. Ia hancur melihat temannya koma seperti ini karna dirinya.
“Andai aja gue gak nurutin permintaan Mahen untuk bikin rem lo blong. Mungkin lo sekarang gak ada disini.” Tiba-tiba air mata Rakry keluar begitu saja. Dan disitulah Jaeden menepuk bahu Rakry.
“Woi!” Rakry terkejut dengan kehadiran Jaeden.
Rakry segera menghapus air matanya itu agar Jaeden tidak curiga. “Bikin kaget gue aja” kata Rakry.
“Ya, lo habisnya ngintip-ngintip kayak maling, hahaha.” Ungkap Jaeden. “Lo sendiri?” Lanjutnya.
“Iya. Lo habis darimana?”
“Kantin”
“Pantes tadi kosong, hahaha. Sorry, ya?”
“Kok minta maaf? Kenapa? Lo gak salah kali. Gue tadi ke kantin karna laper aja.”
“Den, gue mau jujur … tapi gue takut lo marah” Jaeden tak mengerti maksud ucapan Rakry barusan.
“Maksudnya?”
“Jadi gini yang bikin Har—“ belum sempet melanjutkan pembicaraannya, Jaeden menyuruhnya untuk duduk terlebih dahulu. “Duduk dulu, biar enak ngobrolnya. Kenapa, kenapa?” Kata Jaeden.
“Jadi yang bikin Harkan kayak gini itu gue. Tapi dibalik semua ini ada dalangnya, Den. Gue disuruh. Gue disuruh Mahen …” Jaeden yang mendengar itu langsung kaget. Ia langsung berdiri dengan muka memerah, dan tangan mengepal.
“MAHEN? MAHEN PANGESTU? IYA?!” Rakry mengangguk. “SIALAN! Bener dugaan gue kalo ini semua perbuatan Mahen. Sekarang dia dimana?” Lanjutnya.
“Gue gak tau sekarang dia dimana. Tapi, kalo lo mau nuntut gue, tuntut aja, Den. Gue siap. Karna gue juga salah.”
“Gue baka nahan lo dulu sampe Mahen bener-bener ketangkep.”
“Maaf.”
Jaeden tidak membalasnya, ia langsung pergi meninggalkan Rakry sendirian.