Sampai Ketemu di Kehidupan Selanjutnya Chu
Cw // sad Tw // bl00d, car accident, dll
———————————————————
Hari itu, cuaca cukup dingin dan jalanan sudah mulai sepi. Di dalam mobil, Dokyeom dan Joshua berbicara tentang kehidupan mereka berdua setelah menikah. Dari yang dipandang keluarga cemara, keluarga toxic, hingga harmonis. Mereka baru saja menyelesaikan kencan yang penuh tawa bahagia. Tidak ada lagi yang mereka pikirkan selain kebahagiaan malam ini.
Dokyeom tersenyum memandangi wajah Joshua yang indah, ia membayangkan bagaimana hidupnya kalau tak ada suaminya saat ini. “Maafin kesalahan mas waktu itu ya, chu?” Kata Dokyeom yang sambil mengemudi dan memegang tangan Joshua.
“Aku udah maafin kamu dari lama, mas. Kenapa minta maaf lagi?” Tanyanya.
“Mas takut.. mas takut kalau nantinya dikehidupan selanjutnya, mas gak ketemu kamu lagi.”
“HUST! Gak boleh ngomong gitu.. kita bakal sama-sama terus. Lagian kamu ini kenapa si? Aneh banget.”
“Kita harus banyak-banyak ketawa, mas. Soalnya kita udah jadi ompa-ompi buat Abi. Nanti Abi ngadu ke abang kalau kita sedih.”
Suara tawa Joshua mengisi dalam mobil. Namun, ada keheningan dalam diri Dokyeom. Ia masih memikirkan masa lalu yang udah ia lakukan terhadap suaminya itu. Meski Joshua sudah berusaha agar suasana di dalam mobil tidak hening, tetapi, Dokyeom tetap dihantui rasa penyesalan. Walaupun suaminya sudah memaafkannya dari lama.
“Mas?” Joshua menatap suaminya dengan tatapan bingung, “kamu ini kenapa si?” Lanjutnya.
Yang ditanya justru hanya bisa melihat ke luar jendela mobil, ada firasat buruk yang tak bisa ia jelaskan. “Aku, aku takut, Chu.. Aku takut kalo ada yang misahin kita.” Ucapnya, ia menahan sesek di dalam dadanya.
“Hah?” Joshua tak paham dengan maksud suaminya itu. “Mas, udah deh.. jangan alay gini. Kamu, aku udah ngelewatin angin di pernikahan kita, masa masih ada yang mau misahin kita?” Joshua lupa kalau ada MAUT yang bakal memisahkan mereka berdua.
Dokyeom hanya tersenyum. Namun, ketakutan itu justru semakin terasa, kala jalanan malam itu semakin sepi dan hanya suara mesin mobil mereka yang terdengar. Mereka berdua saling hening dan terus memikirkan ketakutan itu sendiri.
Tanpa ada yang menyadari, tiba-tiba suara klakson kencang terdengar dari arah berlawanan. Sebuah mobil melaju kencang menghantam mobil mereka dengan sangat keras. Firasat buruk inilah yang menghantui Dokyeom sedari tadi. Malam ini, dunia mereka berubah, tubuh mereka terlempar ke depan, kaca pecah, dan hanya terdengar suara benturan yang begitu keras.
Semuanya gelap.
Dokyeom sadarkan diri untuk pertama kali, ia menghampiri dengan perlahan tubuh sang suami yang terlempar cukup jauh darinya. Tubuhnya terasa seperti tertimpa ribuan kayu gede panjang, kepalanya pusing, tubuhnya sakit, namun, rasa sakit yang ia rasakan tak ada apa-apanya dibandingkan suaminya yang tergeletak di jalan dengan darah berlumuran, serpihan kaca ada di dekat tubuh Joshua. “C-Chu…” suara Dokyeom yang terbata-bata, ia mencoba menggerakkan tubuh sang suami, dan menaruh kepala Joshua di pahanya. “Chu! Jawab, mas.. ayok bangun, sayang…”
Namun, tak ada jawaban.
Dengan tenaga yang tersisah, ia melihat mobil mereka yang terguling, dan tubuhnya yang merasakan sakit, tetapi hatinya lebih sakit melihat sang suami tak sadarkan diri. Suara sirine menghampirinya, diangkatnya tubuh Joshua ke dalam mobil Ambulance , ia kemelihat tubuh suaminya terbaring lemah di sampingnya. Darah mengalir dari dahinya, Joshua yang biasa tersenyum, kini tak terlihat lagi.
Dokyeom mengenggam tangan Joshua, namun anehnya tangan itu terasa dingin tak seperti biasanya. “Chu.. bangun, sayang… mas disini.. bangun, Chu.. Abi masih butuh ompinya, Abang sama adek masih butuh kamu, Chu.. begitu juga dengan aku. Bangun, sayang…” untuk yang kedua kalinya, tak ada pergerakan dan jawaban.
Saat itu, Dokyeom ngerasa dunia sudah runtuh diatas kepalanya. Ia ingin berteriak sekencang mungkin, ingin melakukan apapun, namun tubuhnya terasa kaku, dan tak bisa bergerak.
Wajah Joshua yang malam itu sangat ceria, manis, terus ada di dalam pikirannya. Mengingatkan Dokyeom pada saat kencan tadi, pada pesan yang suaminya itu sampaikan, dan kini semuanya hanya tinggal kenangan. Tidak ada lagi wajah ceria dari suaminya, tidak ada lagi senyuman manis yang akan menyambutnya bangun dipagi hari, dan tak ada lagi panggilan MAS dari suaranya.
Dokyeom benar-benar merasa jiwanya sudah terpisah dari tubuhnya, mengambang begitu saja setelah kejadian malam itu.
Terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru, dokter datang untuk menenangkan Dokyeom dan juga memeriksanya. Mereka berbicara sesuatu yang tak bisa dimengerti oleh Dokyeom, karena pikirannya benar-benar sudah sangat kacau. Semuanya seperti mimpi buruk yang tak akan pernah hilang.
Setelah Dokyeom selesai diperiksa, ia menelpon Heeseung untuk mengabarinya bahwa saat ini ia dan jig Joshua berada di Rumah Sakit.
”Hee”
”iya, Ayah?”
”Ayah.. Ayah di Rumah Sakit..” suaranya bergetar, ia sangat hancur malam ini.
”Ayah kenapa??”
”Ayah sama papih kecelakaan, bang”
Deg
Jantung Hee berhenti sejenak. Ia mencerna apa yang baru saja Ayahnya katakan.
”D-dimana, yah…”
”Di Rumah Sakit Permata Harapan”
”Tapi, Hee jangan sedih, ya? Nanti papih sedih juga..” lagi, lagi Hee tak mengerti apa yang Ayahnya ucapkan. Saat ini, dirinya hanya ingin segera menuju ke Rumah Sakit tersebut.
”Hee otw”
Telpon diakhiri.
Beberapa jam setelah kecelakaan tersebut, waktu seolah berhenti. Dokyeom duduk dan memandangi lorong Rumah Sakit yang sunyi malam ini, tangannya masih memegang ponsel Joshua yang masih menyala walau dengan keadaan retak. Terlihat jelas foto mereka berdua di Wallpaper ponsel suaminya. Tangisnya tak bisa ia tahan, saat Heeseung tiba di Rumah Sakit bersama Seungcheol, Jeonghan, dan juga yang lainnya.
Tubuhnya di peluk erat dengan Seungcheol, seakan-akan ia tahu kalau saat ini suami dari mantannya itu sedang hancur. “Kuat! Gue tau lu kuat! Gue yakin Joshua bisa ngelawan rasa sakitnya di dalam situ.” Ucap Cheol.
Dokter akhirnya keluar menghampiri mereka, dan menunduk pelan. “Maaf.. kita sudah berusaha semaksimal mungkin, namun pasien tidak bisa diselamatkan akibat benturan keras dari kecelakaan tersebut.” Kalimat itu seperti palu besar yang menghantam dada Heeseung, Eunchae, dan juga Dokyeom.
Dokyeom langsung berlari masuk ke Ruangan tempat Joshua berada. Ia memegang wajah Joshua yang sudah pucat, dan juga dingin. “Chu.. jangan tinggalin, mas, Chu… katanya kita bakal bareng terus, Chu.. tapi kenapa kamu ingkar?” Tangis Dokyeom pecah, menggema di Ruangan yang dingin itu.
Ruangan itu menjadi saksi bisu dari cinta yang hancur. Tempat yang seharusnya menjadi HARAPAN bagi Dokyeom, kini hanya menyisakan kesedihan. Dokyeom memeluk tubuh suami tercintanya, mencium keningnya, berharap keajaiban datang. Tapi, tak ada lagi detak jantung Joshua, tak ada lagi senyum manis Joshua saat sedang manja, tak ada suara lembut yang biasa memanggil dirinya dengan indah.
Tangannya bergetar hebat saat mengenggam tangan Joshua yang masih memakai cincin pernikahannya. “Bangun, Chu.. bilang kalo ini mimpi. Ayok marahin aku, marahin aku karna godain Abi sama adek. Ayok marahin, Chu.. bangun…” di Sudut ruangan, Heeseung berdiri kaku, wajahnya sudah basah oleh air mata yang terus mengalir. Ia ingin sekali memeluk sang papih untuk terakhir kalinya, tapi tubuhnya tak bisa ia gerakkan. Ia masih mencerna kejadian malam ini. Heeseung hanya bisa menyaksikan perpisahan sang ayah dan papih yang terlalu cepat dan juga menyakitkan.
Eunchae berjalan menuju ranjang Rumah Sakit, ia memeluk tubuh sang papih yang sudah tak lagi hangat. “Papih.. bangun, papih… adek masih butuh papih…” suara Eunchae menggema seperti sembilu, menyayat hati bagi mereka yang ada disana.
Jeonghan yang hanya berdiri di depan pintu, menunduk dan menutup mulutnya yang bergetar. Ia memutar pandangan tak sanggup melihat sahabatnya kehilangan nyawanya. Sementara itu, Seungcheol berpura-pura tegar. Ia berulang kali memutarkan tubuhnya untuk menyeka air matanya yang jatuh. Semua orang tau, kalau Joshua bukan hanya suaminya, melainkan cahaya dalam kehidupan mereka.
Jake, menantu dari Dokyeom dan juga Joshua, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan menangis tanpa suara. Joshua yang selalu membela dirinya, Joshua yang menyambutnya dengan hangat saat ia main kerumahnya waktu Heeseung dan juga dirinya masih berpacaran, Joshua juga yang memberi tahu kalau Heeseung lagi marah cara membujuknya bagaimana.
Jake menghampiri Joshua yang sudah terbaring tak ada nyawa, “Pih.. Jake belum sempet bilang makasih ke papih.. makasih papih.. makasih udah nganggep Jake seperti anak papih sendiri..” Heeseung yang mendengarnya, ia langsung memeluk tubuh suaminya itu.
Wonwoo, kakak dari Dokyeom, tiba dengan langkah yang berat bersama dengan Mingyu. Ia sempat membantah saat diberitahu kabar itu, “kak Shua? Boong. Dia kuat kok. Gamungkin.” Tapi, kenyataannya.. Wonwoo melihat tubuh Joshua yang sudah terbujur kaku, kakak sekaligus adik ipar yang selama ini ia lihat, terasa runtuh.
“Kak, bangunin kak Shua, kak.. bilang ke dia kalau aku udah berubah.. bilang kalau aku gabisa hidup tanpa dia..” Wonwoo yang mendengarnya hanya bisa memeluk tubuh sang adik.
“Gue juga pengennya gitu.. tapi gabisa. Tuhan lebih sayang kak Shua…”
Pemakaman dilakukan besoknya. Di bawah langit mendung yang seolah ikut berkabung, Dokyeom berdiri paling depan bersama anak-anaknya, memegang foto besar Joshua dengan tangan yang hampir tak kuat untuk menopangnya.
Dunia seolah berjalan lambat, suara tangis dan doa bercampur menjadi satu.
—belom end, nanti dilanjut lagi setelah suasana beda gaada papih—