Zidan

Dimas yang mendapat kabar dari Yudha teman nya itu, bahwa tante nya sedang ingin melahirkan. Dimas langsung meminta ijin ke dosen dan segera menuju ke Rumah Sakit yang diberi tahu oleh Yudha.

“Tan, tahan jangan lahir dulu. Dimas belom sampe soalnya.” Kata Dimas yang mempercepat laju kendaraannya itu.


Tak butuh waktu lama, Dimas pun tiba di Rumah Sakit dan segera memarkiran kendaraannya di tempat parkir.

Setelah Dimas memarkirkan kendaraannya, Dimas segera menuju ke ruang bersalin, dimana tantenya akan melahirkan.

“Yudh..” Dimas yang terlihat sangat ngos ngosan, kini sedang mengatur napasnya kembali.

“Lo kalo masih ngos ngosan, gausah ngomong.” Kata Yudha.

“Tai.”

“Jelasin gimana bisa tante gue lahiran sekarang.” Lanjut Dimas yang meminta penjelasan Yudha.

Yudha pun menjelaskan kejadian sebelumnya. “Jadi gini, gue kan gamasuk, ya tadi.. terus tiba-tiba gue dichat sama tante lo—“ belom sempat melanjutkan, Dimas langsung memotongnya.

“Dichat apaan? Kok dia gangechat gue?”

“Lo sabar dulu anjing! Tante lo ngechat gue, kalo dia mau lahiran. Dan gue disuruh kerumah lo abis itu gue panggil ambulans deh.” Dimas bernafas lega. Untung saja ada temannya yang bisa membantu dia dan tantenya.

“Gue gak sabar anjing” kata Dimas yang menggoyang-goyangkan tubuh Yudha.

“Anjing! Gausah goyang-goyangin tubuh gue juga!” Dimas hanya bisa tertawa, “hehehe maaf.”

Setelah menunggu 1 jam lamanya, akhirnya Dokter pun keluar. Namun, wajah Dokter membuat kedua remaja itu heran, “Dok, gimana keadaan tante saya?” Dokter hanya menghela napas.

“Dok?”

“Suami tante kamu kemana?” pertanyaan Dokter membuat Dimas tak bisa menjawab.

“Suaminya ada disini?” Dokter kembali bertanya kepada dua remaja yang kini sedang menunduk.

“Suami tante saya gatau kemana, Dok. Saya sama tante saya cuma tinggal berdua aja.”

“Terus dia? Saya kira dia suami nya.”

“Dia teman saya Dok. Dia memang dekat sama tante saya, dan kebetulan tadi saya masih ada jadwal kuliah.”

“Jadi gimana dok? Tante saya selamat kan sama bayiknya?”

Kini Dokter menjelaskan semua yang telah terjadi. “Bayiknya selamat, namun…” Dimas semakin bingung, “namun apa Dok?”

“Tante kamu gabisa diselamatkan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun tante kamu belom bisa kami selamatkan.”

“Kamu yang kuat, Ya. Saya permisi dulu.” Kata Dokter yang langsung pergi meninggalkan Dimas dan Yudha.

Dimas terperosok ke lantai, ia tak menyangka bahwa tantenya meninggalkan dia sendiri bersama dengan anaknya. “Yud, kayanya takdir emang gangebolehin gue bahagia, ya?” Yudha kini mencoba menenangkan sang teman.

“Dim … tante lo hebat. Dia mengeluarkan malaikat kecil yang lo tunggu-tunggu. Dia rela kehilangan nyawanya demi malaikat kecil itu, Dim. Dim, lo harus tau, sekarang emang mungkin takdir belom bisa bikin lo bahagia. Tapi, suatu saat lo pasti akan bahagia. Percaya.”

“Satu lagi, lo gak berduaan doang. Ada gue, abah gue, dan emak gue, Dim. Keluarga gue bakal ngurus jagoan kecil tante lo. Jadi, harus tetep kuat, ya? Sebentar lagi, Dim.” Dimas mengangguk, ia menghapus air matanya agar tantenya bahagia disana.

“Yudh, nama yang bagus apa?”

“Zidan? Zidan Arkananta? Nama belakangnya make nama lo.”

“Bagus, oke Zidan.”