qianwoole11xd

Atra tak membalas pesan dari Nana sang pacar, ia hanya membaca nya, setelah itu menaro kembali hp nya.

Hendra yang melihat nya pun, paham betul apa yang teman nya kini rasakan. “Gadibales, Tra?” Atra menggeleng. “Coba bales dulu, takutnya dia nyariin lo nanti.” Atra tetep menggeleng.

“Ndra, kalo gue bales, nanti dia nanya nanya gue kemana terus nanti dia khawatir, Ndra.” Hendra hanya menghela napas, Atra betul betul tak ingin pacar nya khawatir pada keadaan diri nya.

“Tra, cewe lo ngechat ni..jawab?”

(https://www.instagram.com/p/CWGcqhovl0RpmBkILWlak97DZCZWcxxwZ5rpBc0/utm_medium=copy_link)

Atra tak membalas pesan dari Nana sang pacar, ia hanya membaca nya, setelah itu menaro kembali hp nya.

Hendra yang melihat nya pun, paham betul apa yang teman nya kini rasakan. “Gadibales, Tra?” Atra menggeleng. “Coba bales dulu, takutnya dia nyariin lo nanti.” Atra tetep menggeleng.

“Ndra, kalo gue bales, nanti dia nanya nanya gue kemana terus nanti dia khawatir, Ndra.” Hendra hanya menghela napas, Atra betul betul tak ingin pacar nya khawatir pada keadaan diri nya.

“Tra, cewe lo ngechat ni..jawab?”

![nana] (https://www.instagram.com/p/CWGcqhovl0RpmBkILWlak97DZCZWcxxwZ5rpBc0/utm_medium=copy_link)

Atra tak membalas pesan dari Nana sang pacar, ia hanya membaca nya, setelah itu menaro kembali hp nya.

Hendra yang melihat nya pun, paham betul apa yang teman nya kini rasakan. “Gadibales, Tra?” Atra menggeleng. “Coba bales dulu, takutnya dia nyariin lo nanti.” Atra tetep menggeleng.

“Ndra, kalo gue bales, nanti dia nanya nanya gue kemana terus nanti dia khawatir, Ndra.” Hendra hanya menghela napas, Atra betul betul tak ingin pacar nya khawatir pada keadaan diri nya.

“Tra, cewe lo ngechat ni..jawab?”

nana

Atra tak membalas pesan dari Nana sang pacar, ia hanya membaca nya, setelah itu menaro kembali hp nya.

Hendra yang melihat nya pun, paham betul apa yang teman nya kini rasakan. “Gadibales, Tra?” Atra menggeleng. “Coba bales dulu, takutnya dia nyariin lo nanti.” Atra tetep menggeleng.

“Ndra, kalo gue bales, nanti dia nanya nanya gue kemana terus nanti dia khawatir, Ndra.” Hendra hanya menghela napas, Atra betul betul tak ingin pacar nya khawatir pada keadaan diri nya.

“Tra, cewe lo ngechat ni..jawab?”

Cosmic radiation

Atra tak membalas pesan dari Nana sang pacar, ia hanya membaca nya, setelah itu menaro kembali hp nya.

Hendra yang melihat nya pun, paham betul apa yang teman nya kini rasakan. “Gadibales, Tra?” Atra menggeleng. “Coba bales dulu, takutnya dia nyariin lo nanti.” Atra tetep menggeleng.

“Ndra, kalo gue bales, nanti dia nanya nanya gue kemana terus nanti dia khawatir, Ndra.” Hendra hanya menghela napas, Atra betul betul tak ingin pacar nya khawatir pada keadaan diri nya.

“Tra, cewe lo ngechat ni..jawab?”

(https://www.instagram.com/p/CWGcqhovl0RpmBkILWlak97DZCZWcxxwZ5rpBc0/?utm_medium=copy_link)

Atra tak membalas pesan dari Nana sang pacar, ia hanya membaca nya, setelah itu menaro kembali hp nya.

Hendra yang melihat nya pun, paham betul apa yang teman nya kini rasakan. “Gadibales, Tra?” Atra menggeleng. “Coba bales dulu, takutnya dia nyariin lo nanti.” Atra tetep menggeleng.

“Ndra, kalo gue bales, nanti dia nanya nanya gue kemana terus nanti dia khawatir, Ndra.” Hendra hanya menghela napas, Atra betul betul tak ingin pacar nya khawatir pada keadaan diri nya.

“Tra, cewe lo ngechat ni..jawab?”

Dipagi hari yang cerah, Ragatama Wijaya bersiap untuk mendatangi rumah Aqilla. Walau ia tau dirinya bakal di usir oleh Qilla, namun Raga tetap kekeh mendatangi nya.

Raga telah mendapatkan alamat Qilla berkat bantuan Hendra. Hanya Hendra yang bisa ia handalkan untuk melacak keberadaan seseorang.

Raga yang tak sabar ingin bertemu Rega anak 5 tahun yang lalu ia telantarkan, ia langsung menyalakan mesin motor nya dan bergegas menuju alamat tersebut.


Raga pun tiba di depan gerbang rumah dari Aqilla Zaura sang mantan pacar, tiba tiba ada satpam yang menghampiri dirinya. “Nyari siapa mas?” Kata pak satpam yang merupakan satpam dari rumah tersebut.

“Nyari Qilla, ada?”

“Siapa nya non Qilla, mas?”

“Pacar nya” dengan keberanian dirinya, ia menyebut kan bahwa ia adalah pacar dari pengusaha wanita sukses itu.

“Tapi non Qilla gapunya pacar mas, mas ngaku ngaku ya?”

“Engga kok, saya ada buktinya…” Raga merogo kantong celana nya untuk mengambil sebuah foto diri nya bersama dengan Aqilla dimasa SMA dulu. “Percaya pak?”

Satpam itu pun mengangguk dan mempersilahkan Raga masuk kedalam lingkungan rumah mewah tersebut. Terlihat dari kejauhan bahwa ada seorang anak laki laki yang tengah bermain bersama baby sister nya.

Raga pun mermakir kan motor nya di dekat tanaman, ia mendekatkan anak laki laki tersebut. “Rega?” Rega yang kaget nama nya dipanggil oleh seseorang, ia menengok kebelakang. “Om s-siapa?” Dengan nada ketakutan, Rega mengumpet dibalik tubuh yang jaga nya.

“Om ini papah kamu, nak. Sini, peluk papah..” Raga mengulurkan tangan nya, namun Rega menggelengkan kepala “Om ngaku ngaku. Kata mamah, papah Rega udah di atas,” Rega menunjuk ke arah langit.

Hati Raga benar benar hancur saat mendengar perkataan dari anak nya itu. Qilla ternyata benar benar benci terhadap Raga, sampai sampai Qilla memberi tahu bahwa diri nya, ayah dari Rega telah tiada.

“O-om kenapa nangis?” Rega yang melihat Raga menangis, ia langsung mendekat kan diri nya dan menghapus air mata Raga.

Memang, Rega ini takut terhadap orang asing. Namun, ia tak tega apabila orang asing tersebut menangis. Raga tersenyum atas perilaku anak nya yang menghapus air matanya itu.

Tak lama, keluar lah seorang wanita dari dalam rumah. Wanita itu adalah ibu dari Rega, yang bernama AQILLA ZAURA. Rega pun langsung berlari menuju Qilla, Qilla yang melihat Rega berlari, ia langsung berkata pada Rega agar jangan berlari lari. “Rega, jangan lari lari, nak. Pelan pelan, nanti jatuh.” Kata Qilla.

Rega yang tiba di hadapan mamah nya, Qilla langsung menggendong Rega. “Kenapa sayang?”

“Ada om yang ngaku ngaku papah Rega, mah.” Qilla langsung menuju om yang dimasud Rega. “Misi, kamu siapa ya?” Raga pun membalikkan tubuh nya.

“Hai” Qilla yang kaget ia langsung menyerahkan Rega kepada pengasuh nya.

“Mba, tolong bawa Rega masuk kekamar nya.” Mba Mirna menganggguk. Kini tinggal Raga dan Qilla yang berada diluar.

“Masuk dulu, Ga.” Raga mengangguk, ia mengikuti langkah Qilla dari belakang.

Raga melihat lihat sisi rumah Qilla “mewah, indah, cantik. Kamu berhasil, Qilla.” Qilla yang mendengar nya langsung berhenti dan menatap Rega “Hah?” Raga menggeleng.

Qilla mempersilahkan Raga untuk duduk di sofa. “Tau darimana rumah aku?”

“Cari cari tahu sendiri” Ia terpaksa berbohong, agar Hendra tak dimarahi Aqilla.

“Terus maksud kedatangan kamu kesini apa?”

“Mau ketemu anak saya, Qilla. Ternyata benar kata Raka, anak saya mirip sekali dengan saya. Namun beda sifat. Semoga sifat nya tidak seperti saya yang brengsek ini.”

Raka? Rupa nya Raka memberi tahu Raga tentang keberadaan diri nya. “Oh Raka, dia yang memberi tahu alamat saya?”

“Engga, saya cari tahu sendiri. Memang nya Raka sudah pernah kesini sebelumnya?” Qilla mengangguk, Raga tak menyangka bahwa Raka sudah terlebih dulu menemui anak dan wanita nya itu.

“Qilla, saya mau memperbaiki hubungan seperti dulu. Apa kamu mau?”

“Maaf, untuk saat ini saya masih belom bisa.” Tiba tiba Rega turun dari kamar nya.

“Mah, om ini kok kaya om yang waktu itu kesini?”

“Iya, mereka itu abang adek, sayang… ini Raga, dan om kemarin itu Raka.”

“Terus Rega? Wahhh ada 3R ya mah.” Qilla hanya tersenyum, namun di mata nya, ia menahan air mata agar tidak keluar.

“Iya ada 3R, Rega mau gabung sama om?” Rega mengangguk, kini Rega berpindah pangkuan dari yang sebelum nya berada dipangkuan Qilla, sekarang berada dipangkuan Raga.

Raga sangat senang, anak nya sudah tak takut pada diri nya. Walau Rega masih belom menganggap diri nya papah nya.

Waktu terus berjalan, tak terasa sudah menunjukkan pukul 12.00 Siang. Qilla harus segera menuju ke kantor. “Ga, udah siang. Saya harus berangkat kerja, dan Rega harus tidur siang.”

“Biar sama saya aja tidur nya.” Qilla menggeleng, “Engga, kamu mending pulang aja. Udah ketemu Rega kan?” Raga menyerahkan Rega kepada Qilla.

“Baik, makasih Qilla sudah ngijinkan saya untuk bertemu anak kita.”

Qilla berbisik “anak aku, bukan kamu.” Qilla meninggalkan Raga.

Setelah mengikuti pelajaran dari jam 07.00-13.00 semua siswa/i keluar dari kelas nya masing masing, begitu juga dengan Raga dan Qilla.

“Jadi kerumah kan?” Tanya Qilla.

“Jadi”

Terdengar ada suara yang memanggil manggil nama Raga dari belakang, Raga pun menengok. Ternyata Raka yang memanggil nya dari tadi. “Kenapa, ka?”

“Oh ada Qilla, mau kerumah Qilla?” qilla pun mengangguk. “Oh yauda, berarti kalo papah nanya, gue bilangnya kerumah Qilla, ya?” Raga pun mengangguk, kini Raka meninggalkan mereka berdua.

Raga dan wanita nya itu, menuju tempat parkiran, tempat dimana motor para murid dari Neo Garuda terparkir.

“Ga, duluan ya.” Kata murid yang melewati nya.

“Oh iya, hati hati.” Raga memang jagoan di sekolah itu, tak jarang banyak sekali murid dan anak sekolah lain yang menegurnya.

Kini mereka berdua mulai menuju kerumah Qilla.


“Assalamualaikum, bi?” namun tidak ada jawaban dari siapapun.

“Assalamuaikum, bi? bibi dimana?” tetap sama, tidak ada jawaban sama sekali.

𝘈𝘩 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘣𝘪𝘣𝘪 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘢

“Gaada orang, qil?” Tanya Raga.

“Gaada, naik duluan kekamar aku. Aku nyiapin makanan dulu.” Kata Qilla yang menyuruh Raga naik duluan.

“Serius?”

“Iya serius, tunggu apalagi.” Raga menuruti perintah Aqilla yang menyuruh diri nya naik.

Raga pun sampai di depan kamar Aqilla, “Ini buka pintunya, Qil?” Tanya Raga yang berteriak dari atas.

“Iya masuk aja, bentar lagi aku selesai ko.” Qilla sedang memasak nasi goreng, sedangkan Raga sudah masuk kekamar Qilla.

Sudah lama Raga tidak memasuki kamar Aqilla, sekarang banyak perubahan. Ia melihat semakin banyak poster Boyband asal Korea yaitu NCT. “Kenapa? makin banyak, ya?”

“Gantengan juga aku.”

“Udah makan dulu, gausah berisik.”

Raga menikmati masakan princess nya itu, masakan Aqilla memang enak. Setiap ia memakan masakan Aqilla, ia teringat akan Almh Mamah nya yang telah tiada dari Raga SD.

Raga bertemu Aqilla sejak ia duduk di bangku 3 SMP. Dunia Raga benar benar berubah, semenjak kehadiran Aqilla.

Ia tak lagi kesepian, kalo kangen mamah, Raga selalu melihat dan menatap perempuan nya itu sangat lama. Menurut Raga, aqilla sama persis sama Almh mamah nya. Jadi itulah alesan Raga menatap Aqilla sangat lama.

Raga sudah selesai makan, ia menaro piring nya di samping rak Tv. Kini Raga dan Qilla terlihat sangat canggung, padahal tak biasa nya mereka seperti ini.

“Mau nonton netflix ga?” Tanya Qilla.

“Boleh deh.”

Qilla mulai menyalakan Laptopnya untuk menonton netflix. “Mau nonton apa?”

“Terserah kamu, sayang” kata Raga.

Qilla akhirnya memutuskan untuk menonton drama korea yang berjudul NEVERTHELESS yang diperankan oleng Song Kang dan Han so Hee.

Mereka berdua sangat menikmati film itu, walau ada adegan 18+. “Aku ganti baju dulu, sekalian naro piring.” Kata Qilla. Qilla masih memakai baju seragam sejak ia pulang sekolah tadi. Disaat Qilla hendak bangun dari kasur nya, tiba tiba Raga menahan tangan nya.

“Ganti disini aja, biarin piring nya.” Qilla tak mengerti maksud Raga yang menyuruh nya mengganti pakaian disini, qilla melepaskan tangan nya dari genggaman tangan Raga.

“Qilla, nurut apa aku marah?” Qilla berhenti dari langkah nya, ia takut kalau lelaki nya itu sudah marah. Raga kalau marah lebih seram dari ganas nya macan. Qilla pun mengangguk, menuruti perintah Raga yang menyuruh nya untuk mengganti pakaian di kamarnya.

“Tapi jangan ngintip, kalo ngintip awas aja.” Raga mengangguk dan meng pause film nya sebentar untuk membalikkan tubuhnya agar tak melihat tubuh Qilla.

Qilla mulai melepaskan pakaian nya terlebih dahulu. Raga yang telah bosan menghadap tembok, ia memilih membalikkan tubuh nya.

Mata nya melihat tubuh seksi dari wanita nya itu. Tubuh nya yang putih, ramping dan membuat hawa Raga berubah. Raga pun bangun dari kasur Qilla dan memeluk tubuh Qilla dari belakang.

Qilla yang kaget, berusaha melepaskan tubuh nya dari pelukan erat tangan Raga. “Lepasin, Raga… kan aku bilang, madep tembok jangan ngintip.”

“Aku bosen madep tembok, terus aku balik badan gataunya kamu baru ngelepas baju.”

“Yauda awas dulu, belom muhrim.” Raga tidak mau melepaskan nya, justru diri nya semakin erat memeluk tubuh Qilla. Ia mencium bahu Qilla, qilla terlihat kegelian saat Raga mencium nya.

“Ga, lepasin.” Qilla pun akhir nya menginjak kaki Raga, dan berhasil lepas dari pelukan erat sang pacar nya itu.

Raga melihat Qilla lari pun ia langsung mengkejar nya, mereka berdua akhirnya main kejar kejaran di kamar Qilla. Hingga akhirnya Qilla tertangkap dan dijatuhkan oleh Raga ke kasurnya.

Raga menindih tubuh Qilla, Qilla yang ketakutan berusaha melepaskan tubuhnya. Namun tidak bisa, karna tubuh Raga sangat lah kuat dan besar.

“Babe, sekali, ya?” Minta Raga. Namun Qilla tetap tidak tahu maksud dan tujuan Raga meminta sekali itu apa.

“Apa aku gatau, Raga.”

“Itu”

“Hah?”

Raga sudah tidak kuat, ia kini mulai menerkam Qilla. Ia mengendus ngendus layaknya seekor anjing “Tetap wangi, jangan pernah berubah, ya?” Qilla mengangguk.

Raga mulai melanjut kan aksi nya, ia mencium bibir Qilla, dan melumat nya secara perlahan. Tak ada berontakan dari Qilla, kini Raga mulai memperdalam lumatan nya.

Qilla pun sangat menikmati nya dan membiarkan Raga mengelilingi langit langit mulut nya.

Desahan demi desahan Qilla keluarkan, Raga yang mendengar nya pun semakin tak karuan. Bagaikan mengisap rokok, namun menurut Raga,bibir Qilla lebih nikmat daripada sebatang Rokok yang biasa diri nya hisap.

Semakin dalam nafsu dari mereka berdua, kini pasangan itu pun mulai melakukan hubungan layak nya seorang suami dan istri.


“Ga, udah…” Qilla yang sudah cape dan Raga yang sudah nikmat, kini mereka berdua menghentikan permainan.

“Qilla, maafin aku…” Raga memeluk tubuh Qilla yang berbalut selimut itu.

“G-ga aku takut, hiks hiks” qilla menangis, ia takut kalau buna,papah dan kak Yudha tau kalau diri nya sudah lagi tak menjadi perawan.

“Qilla, sekali lagi maafin aku… aku janji, aku akan tanggung jawab. Kalau aku gaada kabar, kamu bisa kerumah aku.” Kata Raga yang berusaha menenangkan Qilla yang sangat sedih.

“Janji?” Raga mengangguk.

Pagi telah tiba, matahari telah muncul menggantikan bulan yang telah menyinari bumi semalam. Waktu menunjukkan pukul 06.30 tanda bahwa 30 menit lagi SMA NEO GARUDA akan ditutup gerbang nya bagi siswa dan siswi yang telat.

Raga yang sudah bangun dari jam 05.00 pagi tadi, ia langsung bergegas menuju kerumah wanita yang sangat ia cintai, yaitu AQILLA ZAURA. Raga dan Aqilla satu sekolah dan juga satu kelas, bukan hanya mereka berdua, melainkan Raka adik dari Raga jugas satu sekolah dan satu kelas.

Tak perlu basa basi, Raga langsung menyalakan mesin motornya dan segera menuju kerumah Aqilla.


Raga mendekati rumah Aqilla, ia melihat dari kejauhan ada seorang wanita yang berdiri sendirian di depan gerbang rumah wanita nya itu. Raga berfirasat itu adalah Aqilla, ia pun langsung menambah kecepatannya agar tidak telat menjemput Aqilla.

“Morning princes nya Raga,” kata Raga sambil tersenyum, ia pun mematikan mesin motornya dan memakaikan helm ke kepala Aqilla.

“Lama banget si, bulukan ni.” Kesal Aqilla.

“Maaf, tadi pesawatnya kejebak macet.” Raga mencoba membuat lawakan agar dirinya tidak diocehkan oleh Aqilla. Raga paling males kalo wanita nya itu sudah marah marah, nenek rombeng pun akan kalah dengan ocehan dari perempuan yang ia cintai.

Aqilla segera naik ke motor Raga, “Sudah siap, princess?” Tanya Raga, dan dibalas anggukan Aqilla.

“Peluk dong,” aqilla paling males kalo Raga sudah meminta dirinya untuk memeluk Raga. Memang, tubuh Raga itu sangat pelukable. Tapi Aqilla hari ini sangat tidak mood untuk melakukan sesuatu.

“Kalo gapeluk, aku gaakan jalan.” Raga terus menunggu hingga tangan Aqilla berada di pinggangnya.

“Udah, ayok jalan nanti kesiangan.” Kata Aqilla yang meminta Raga untuk buru buru menuju ke sekolah.


Sampai di sekolah, semua mata tertuju pada mereka berdua. Dua pasangan itu memang sudah sangat terkenal di lingkungan NEO GARUDA, jadi menurut Raga hal itu sudah biasa.

“Nempel mulu kaya cicak,” kata siswa yang lewat di hadapan mereka.

“Daripada lo, sendirian mulu kasian.” Raga memang sudah sangat akrab dengan siswa di sekolahnya. Ia merangkul Aqilla untuk menuju ke kelas nya.

Tiba tiba, ada guru dari belakang yang memisahkan jarak antara mereka berdua “Kamu ini, udah di sekolah masih aja rangkul rangkulan. Hati hati, kata orang jaman dulu, kalo berduaan yang ketiganya setan.”

“Bapak dong setannya? Kan bapak jadi penghalang kita?” Tak lama, sebut saja pak Budi, pak Budi meninggalkan mereka berdua dan membiarkan nya.

“Dasar Budi haha” Raga tertawa setelah melihat tingkah laku dari guru nya itu.

“Sut Raga, gaboleh gitu.”

“Maaf.”

Tak lama, mereka berdua sampai di ruang kelas. Raga tidak melihat Raka sama sekali, padahal tasnya ada.

“Nyari siapa, ga?” Tanya Qilla.

“Raka, tas nya ada orang nya gaada”

“Mungkin di kantin?” Raga hanya mengangkat kedua bahunya.

“Gausah dipikirin nanti juga nongol.”

Benar saja, tak lama mereka berdua membicarakan Raka, kini Raka benar benar muncul dari balik pintu. “Darimana lo?” Tanya Raga.

Raga dan Raka ini adalah Kaka beradik yang hanya beda 5 menit saja. “Kantin, ganti duit gue.” Raga bingung, duit apa yang dimaksud oleh Raka?

“Duit apaan?”

“Lo belom bayar gorengan di bu Judes ya anjir”

“Iyakah? Ah bodoamat”

“Yauda beliin gue gitar” Raga langsung menatap Raka sinis, ia lebih memilih mengganti duit Raka dibanding membelikan nya gitar.

“Nih, ogah gue beliin gitar. Gorengan aje 2ribu, gitar diatas 200. Rugi gue.” Kata raga yang hanya dibalas ketawa Raka.

Tak lama, datanglah guru bahasa Indonesia yaitu pak Andre. “Raka, ayok duduk di tempatnya. Jangan ganggu orang pacaran gabaik.” Qilla yang mendengarnya hanya tersenyum malu.

Pelajaran dimulai, semua siswa/i di sekolah Neo Garuda mengikuti pelajaran hari ini.

“Nanti pulang sekolah, kerumah ya?” Raga pun mengangguk, kini semua melanjutkan belajarnya.

𝘛𝘪𝘯 𝘵𝘪𝘯 𝘵𝘪𝘯

Suara bunyi klakson mobil terdengar sangat kencang, hingga Asha perlu melihat dari kaca jendela kamar nya untuk memastikan mobil siapa yang dari tadi tan tin tan tin.

“Berisik banget si,” teriak Asha dari kamar nya yang berada di lantai dua itu.

Jaeden yang melihat Asha seperti sedang berteriak sesuatu, malah sengaja mengklakson mobil nya kembali.

𝘛𝘪𝘯 𝘵𝘪𝘯 𝘵𝘪𝘯

Jaeden tertawa setelah melakukan hal itu, namun tidak dengan Asha. Ia justru keberisikan dengan suara klakson tersebut. Ia melemparkan sebuah kertas yang sudah dibentuk menjadi lingkaran ke arah mobil Jaeden.

Jaeden yang sudah cape tertawa, akhirnya memutuskan untuk membuka kaca mobilnya lebar lebar. “Ini saya, cepat turun. Dari tadi di klakson, bukan nya turun malah ngoceh.” Kata Jaeden yang meminta Asha untuk segera turun.

Asha yang merasa bersalah pun turun, ia turun terburu buru hingga barang barang yang berada di tas nya pun terjatuh. Asha lupa mensleting tas nya, sehingga barang barang nya terjatuh. “Ribet banget si jadi cewe, itu juga cowok gasabaran banget.” Asha membereskan barang barang nya sambil mengoceh sesuatu yang gapenting.

“Gasabaran banget si, barang barang gue jadi jatoh kan ditangga.” Jaeden bingung, tiba tiba Asha dateng dateng menyalahkan dirinya.

“Sha, saya salah apa?”

“Salah, lo gasabaran.” Asha mengoceh sambil membereskan kembali barang barang nya yang masih berantakan di dalam tas.

𝘊𝘶𝘱

Satu ciuman berhasil mendarat dipipi Asha. Asha yang kaget, tak sengaja melayangkan satu tamparan ke pipi Jaeden “Sha, sakit,” jaeden mengelus ngelus pipi nya yang terkena tamparan dari tangan Asha.

“Eh sorry sorry, lu si maen cium cium aja.”

“Abis nya kamu ngoceh terus, bikin saya gemes tau, ga?”

“Ya maaf, lagian lo gasabaran.” Kata Asha yang mencoba meminta maaf kepada Jaeden. “Yauda ayok jalan, dari tadi dirumah gue terus.”

“Yuk.”


Setelah menempuh perjalan sekitar 20 menit, akhirnya Asha dan Jaeden tiba di pemakaman tempat dimana Tyson di kebumikan.

“Sha, jangan nangis. Tyson kan gasuka kalo kamu nangis.” Asha yang mendengar Jaeden berbicara seperti itu, ia langsung menghapus air matanya.

“Yuk turun?” minta Jaeden.

Asha dan Jaeden segera turun dari mobil, asha yang tak sabar ia langsung berlari ke arah batu nisan Tyson.

“Son, aku datang… maaf aku dateng terus hehe. Kangen soalnya, gapapakan?” Kata Asha yang sambil mengelus batu nisan yang bertuliskan nama TYSON ALEXANDER.

“Son, saya datang bersama wanita yang sangat kamu cintai. Katanya dia kangen, gapapa kan bareng saya? Oh iya, maaf karna saya kamu jadi korban dari mantan saya. Tenang aja, dia udah menyerahkan diri ke polisi. Semoga dia diberikan hukuman yang setimpal ya.”

“Doa, abis itu nyebar bunga,” kata Asha. Jaeden langsung memimpin doa, dan diikuti dengan Asha.

“Aamiin” selesai doa, Asha menyebar bunga “Dateng ke mimpi aku, banyak banget hal yang pengen aku ceritain kekamu.” Air mata Asha kembali menetes, asha yang memberanikan diri akhirnya ia mencium batu nisan Tyson.

“Udah ya, aku pulang hehe. Nanti aku kesini lagi kok, sama yang lain.” Setelah berpamitan, asha meninggalkan tempat Tyson.

“Den, ayok”

“Bentar, Sha.” Asha pun mengangguk dan membiarkan Jaeden jalan belakangan.

“Son, sekali lagi maaf. Saya janji akan jaga Asha seperti kamu jaga asha dan sayang sama dia. Kalo boleh, saya mau ijin kekamu. Saya ingin nikahin Asha kalau kuliah dia sudah selesai. Saya mau bawa dia ke London, tapi nanti… saya juga belum tau Asha masih mau nerima saya apa tidak hehe. Dateng ke mimpi saya juga ya, saya mau minta ijin walau hanya lewat mimpi hehe.” Jaeden tersenyum, namun ia tak sadar, bahwa air matanya perlahan turun.

“Ah yasudah, saya pamit, ya? Gitu aja si. Saya akan jaga Asha sebisa mungkin, saya pamit.” Jaeden meninggalkan tempat Tyson dan menyusul Asha di dalam mobil.