qianwoole11xd

“Cantik banget calon pacar,” yang di goda pun tersenyum malu.

“Apaansi, mau kemana?”

“Mau nya kemana?”

“Taman?”

“Terserah deh wkwkwk.”


Mereka berdua pun tiba di taman yang sangat cantik pada malam itu. “Mau ngomong apa?” Tanya Lala pada Bian.

“Jadi pacar gue, ya, La? Temenin gue sampai akhir. Mau, kan?” Yang di tanya justru diam tak mengerti.

“Maksudnya?”

“Temenin gue, ya, La?”

“Langsung ke intinya aja deh.”

“Lo mau jadi pacar gue?”

“Engga…”

“Engga salah lagi HAHAHAHA.” Kini Bian memeluk Lala tanpa aba-aba, dan Lala pun membalasnya.

“I love you.”

“Love you too.”

“Lo lama amat si, ngapain?” Tanya Deanno.

“Ngaca lah, udah ganteng apa belom, hahaha.”

“Sama aja gila nya kaya Tyo.”

Kini mereka berdua meninggalkan lingkungan rumah Bian.


“Akhirnya nyampe juga… mau langsung naik apa istirahat dulu?” Kata Winatra kini bersemangat untuk segera menanjak puncak.

“Lo pada naek duluan deh, gue nanti belakangan…” Bian sebenarnya enggan untuk naik, karena diri nya tau nanti nya bakal drop dan bikin teman-teman nya khawatir. Namun, Bian harus terlihat sehat di depan teman-teman nya.

“Gue juga bareng Bian aja. Gue masih cape, ya, anjir!” Ungkap Deanno yang terlihat lemas.

Pada akhirnya, Tyo dan Winatra naik terlebih dahulu dan meninggalkan Dean bersama Bian.

“Ndra, muka lo pucet. Lo cape, ya? Mau balik aja?” Bian yang mendengar perkataan Dean tersebut, ia langsung bergegas menjauh dari Deanno agar temannya itu tak curiga.

“HEH MAU KEMANA LO!!” Teriak Deanno.

Setelah dirasa diri nya sudah tidak picat, Bian menghampiri Dean kembali. “Apaan? Tadi gue ngambil barang bentar di mobil.” Kata Bian yang sedang berbohong.

“Yauda ayok baik. Udah gak capekan?”

“Engga.”

Bian dan Deanno kini mulai menyusul Typ dan Winatra yang sudah cukup jauh. “Pelan-pelan.” Ucap Deanno.

Namun, tiba-tiba di pertengahan jalan, darah mengalir begitu saja lewat idung Bian. “You okay, Bi?” Tanya Deanno yang memastikan bahwa teman nya itu tidak apa-apa.

“Okay. Ayok lanjutin, nanti Tyo sama Winatra nunggu di atas.” Namun, Deanno menggeleng. “Turun aja yuk? Apa lo mau pulang? Lo sakit?” Bujuk Deanno.

“Gue gak sakit, cuma kecapean.”

“Yauda gue telpon tyo dulu bentar.” Bian mengangguk, “ayok kita turun dulu deh.” Ajak Deanno pada Bian.

Jam menunjukkan pukul 12.00 Siang. Dimana Bian yang masih ada kelas, kini dirinya harus ijin dikarenakan diri nya harus pulang.

Bian, Qiandra Abian. Anak tunggal dari keluarga Mahesa, kini dirinya hanya tinggal bersama mamah nya. Dikarenakan Papah nya sudah lebih dulu meninggalkan nya.

Abian terkenal dengan kecerdasan nya. Dan Abian juga ramah terhadap semua orang, ia pun menuruti apa kata mamah nya bahkan kalau diri nya di jodohkan.


Ia keluar dari ruang kelas dengan sangat tergesah-gesah. ”Itu Bian kenapa buru-buru gitu?” Kata orang yang melihat nya.

entahlah ada urusan apa yang membuat dirinya begitu sangat terburu-buru.

Bian yang begitu terburu-buru, ia bahkan menabrak orang yang menghalangi jalan nya. Sampai suatu ketika …

BRUG

“Maaf, maaf … “ Kata Bian yang membantu membereskan buku-buku dari orang yang ia tabrak.

“Mangkanya kalo jalan tuh liat-liat.”

“Maaf, sekali lagi gue minta maaf.” Namun perkataan Bian tak di dengar oleh perempuan yang kini ada di hadapan nya.

“Hallo? Gue minta maaf.” Namun lagi-lagi tak ada jawaban.

“Ini nametag gue kemana anjir?! Ihhh!” Clara, Clara Ziovany. Nama yang sangat cantik sama seperti wajah nya.

Bian menemukan barang yang kini Clara cari. “Ini nametag lo?” Tanya Bian yang dibalas anggukan.

“Clara Jiopani?”

“CLARA ZIOVANY!” Tegas Clara yang langsung mengambil hak milik nya. “Thanks.” Lanjut nya.

Clara meninggalkan Bian yang masih menatap nya dari belakang. ”Clara?”

Jam menunjukkan pukul 12.00 Siang. Dimana Bian yang masih ada kelas, kini dirinya harus ijin dikarenakan diri nya harus pulang.

Bian, Qiandra Abian. Anak tunggal dari keluarga Mahesa, kini dirinya hanya tinggal bersama mamah nya. Dikarenakan Papah nya sudah lebih dulu meninggalkan nya.

Abian terkenal dengan kecerdasan nya. Dan Abian juga ramah terhadap semua orang, ia pun menuruti apa kata mamah nya bahkan kalau diri nya di jodohkan.


Ia keluar dari ruang kelas dengan sangat tergesah-gesah. *”Itu Bian kenapa buru-buru gitu?” Kata orang yang melihat nya.

*entahlah ada urusan apa yang membuat dirinya begitu sangat terburu-buru.

Bian yang begitu terburu-buru, ia bahkan menabrak orang yang menghalangi jalan nya. Sampai suatu ketika …

*BRUG

“Maaf, maaf … “ Kata Bian yang membantu membereskan buku-buku dari orang yang ia tabrak.

“Mangkanya kalo jalan tuh liat-liat.”

“Maaf, sekali lagi gue minta maaf.” Namun perkataan Bian tak di dengar oleh perempuan yang kini ada di hadapan nya.

“Hallo? Gue minta maaf.” Namun lagi-lagi tak ada jawaban.

“Ini nametag gue kemana anjir?! Ihhh!” Clara, Clara Ziovany. Nama yang sangat cantik sama seperti wajah nya.

Bian menemukan barang yang kini Clara cari. “Ini nametag lo?” Tanya Bian yang dibalas anggukan.

“Clara Jiopani?”

“CLARA ZIOVANY!” Tegas Clara yang langsung mengambil hak milik nya. “Thanks.” Lanjut nya.

Clara meninggalkan Bian yang masih menatap nya dari belakang. *”Clara?”

Zavira dan Jie kini segera menuju tempat dimana Tara ngajar dance. “Emang kenapa si, kak?” Tanya Jie yang penasaran sebenernya ada apa. Namun, tak ada jawaban dari sang kakak.


Setelah 45 menit menempuh perjalanan, kini kakak beradik itu tiba di tempat dance yang diajar oleh Tara.

“Ayok masuk.” Vira menarik tangan Jie untuk segera masuk dan memastikan bahwa Tara baik-baik saja.

Vira yang melihat Tara sedang terbaring lemah, ia langsung menghampirinya. “Tar, bangun… Tara!” Vira mencoba membangunkan Tara dengan cara menggoyang-goyangkan tubuh Tara.

“Tar… ini aku… bangun.” Namun hasilnya sama saja, Tara belum juga bangun.

“Ada yang punya minyak—“ tanpa basa-basi, Septi langsung mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya dan memberikan pada Vira. “Nih kak..” kata Septi.

Zavira mendekatkan minyak kayu putih yang diberikan oleh Septi ke hidung Tara. Tak perlu waktu lama, tangan Tara mulai bergerak dan matanya secara perlahan terbuka.

Alhamdulillah

Akhirnya kak Tara sadar juga.

Zavira membangunkan Tara secara perlahan dan duduk di samping Tara. “Kok kamu kesini?” Zavira menatap tajam Tara dengan matanya, setelah mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sang pacar.

“Kamu pingsan, masa aku diem aja?! Lagian kan udah dibilang, jangan kecapean.” Tara yang males berdebat, akhirnya ia memutuskan menyenderkan kepalanya di pundak Vira.

“Ayok pulang.” Lanjut Vira.

“Aku belum selesai ngajar, Ra.”

“Ga, kamu tadi habis pingsan. Masih mau ngelanjutin ngajar? Kalo kamu kenapa-napa aku gak mau tanggung jawab, ya.”

“Tara, bukan Arga.” Tara paling males kalo Vira sudah memarahi dirinya. Sebab, pastinya Vira akan memanggilnya dengan sebutan Arga.

“Yauda kalo gak mau dipanggil Arga, nurut.” Tara menghela napas, ia menuruti apa kata sang pacar.

Tara membereskan barang-barangnya, tak lupa dirinya berpamitan pada murid yang diajar olehnya. “Sampai sini dulu latihannya. Semangat. Kakak pulang dulu..” Tara menggandeng Vira menuju keluar dan disusul oleh Jiano dibelakang.

Zavira yang sudah tiba di lokasi dimana Tara dan Atuy berada, ia segera masuk kedalam untuk mencarinya.

Tak lama ia mencari, akhirnya dirinya menemukan dua laki-laki yang ia cari. “Mas, tolong bantuin temen saya bawa ni cowo, ke dalam mobil saya. Cepet, gapake lama.” Perintah Zavira kepada pelayan club.

Tara pun digotong oleh Yuta dan pelayan di club untuk masuk ke mobil Zavira. “Gue aja yang nyetir, lo temenin Tara di belakang.” Kata Atuy yang mengambil alih mengemudi. Zavira mengangguk dan pindah tempat duduk di samping Tara.

Kepala Tara ia taro di pahanya, dan ia mengelus ngelus lembut rambut Tara. “Dasar gila, udah tau gabisa mabok, so soan mabok. Jadi ginikan, nyusahin.” Atuy hanya tertawa setelah mendengar Zavira mengomeli Tara yang sedang dalam keadaan mabuk itu.

I love you, Ra. Zavira yang kaget mendengar Tara berbicara, ia langsung menepuk nepuk pipi Tara.

“Heh, bangun bangun udah pagi.” Tara masih saja belom sadar.

Ra, maaf. Aku gabisa hidup tanpa kamu, jadi jangan tingalin aku lagi. lagi lagi Tara mengeluarkan suara menyebut nama Zavira. Namun, Zavira tak peduli. Efek mabuk kata dirinya.

“Ini mau kerumah siapa?” Tanya Atuy.

“Rumah gue aja.”

“Gapapa emang sama bunda lo?”

“Gapapa, lagian bunda juga udah tidur.” Atuy mengacungkan jempol ke arah spion mobil di dalam.


“Jiee, jiee” teriak Zavira dari ruang tamu.

Jie pun turun dari tangga, “kenapa kak?” Jie melihat bahwa Tara sudah dalam keadaan tak sadarkan diri akibat mabuk berlebihan.

“Bantuin kak Atuy gotong Tara ke kamar kamu.” Perintah Zavira.

“Kamar Jie?”

“Iya, cepet. Ini makhluk berat banget.” Jie langsung menggotong Tara bersama dengan Atuy.


“Thank you, Tuy. Hati-hati.” Atuy mengangguk dan melambaikan tangannya pada Jie. “Dadah anak ganteng.” Jie membalas lambaian Atuy.

“Jie, kakak pinjem baju kamu ya? Buat ganti baju Tara. Bau alkohol.” Jie langsung mengambil bajunya di dalam lemari dan menyerahkannya pada Zavira.

“Gantiin, ni.” Jie menggeleng, “kakak aja, kan kakak pacarnya.” Kata Jie yang langsung keluar begitu aja.

“Dasar anak setan.”

Kini Zavira tinggal berdua di kamar Jie bersama Tara. Ia mulai mengangkat baju Tara yang sudah menyengat bau alkoholnya. Tak lupa dirinya menahan napas agar bau alkohol tidak tercium olehnya. “Nyusahin, gausah mabok besok besok.” Disaat Vira mengangkat baju Tara, tiba tiba Tara melotot begitu saja.

“Monyet, gue kaget.” Kata Zavira yang langsung menampar muka Tara.

“Aku dimana?”

“Aku dimana, aku dimana. Dikamar Jie, rumah gue. Gausah mabok besok besok, nyusahin.” Tara hanya tersenyum. “Nih ganti baju sendiri, gue mau balik kekamar gue.” Lanjut Zavira, belom sempat berdiri, tangannya ditahan oleh Tara.

“Disini aja, temenin aku. Aku kangen kamu, Ra.” Kalo boleh jujur, dirinya juga kangen dengan boba eyes dari laki-laki yang sekarang ada dihadapan dirinya.

“Ra?” Tanpa aba aba, Tara langsung meraih rahang Zavira dengan tangannya dan menyatukan bibirnya.

Zavira kini hanya bisa membeku, padahal ini bukan kali pertama dirinya dicium oleh Tara. Namun, tetap saja dirinya kaget.

Tara melepaskan ciumannya, dan menatap Zavira yang kini mulai menjadi batu. “Kenapa? Kaget? Kangen aku juga kan? Gausah gengsi, ayok main.” Kini Tara kembali menyentuh bibir Vira dengan bibirnya.

Zavira mendorong tubuh Tara untuk segera berhenti menciumnya. “Inget ga si, ini dikamar siapa?” Bentak Vira. Tara hanya terdiam, “Maaf.”

“Ganti baju di kamar mandi, cepetan.” Tara mengangguk, ia langsung menuju ke kamar mandi untuk segera berganti pakaian yang sudah bau alkohol.


“Kamu tidur sama Jie, aku di kamar aku. Besok pagi, aku anter pulang.” Tara kini hanya menurut perkataan pemilik rumah tersebut.

“Ra…” Zavira menghentikan langkahnya disaat Tara memanggil namanya.

“Kenapa?”

Tangan Tara kini terbuka lebar, menandakan bahwa dirinya sedang ingin dipeluk. “Peluk … kangen.” Zavira langsung menuju ke arah Tara dan memeluknya.

“Udah? Aku ngantuk.”

“I love you, Vira sayang.”

Zavira yang sudah tiba di lokasi dimana Tara dan Atuy berada, ia segera masuk kedalam untuk mencarinya.

Tak lama ia mencari, akhirnya dirinya menemukan dua laki-laki yang ia cari. “Mas, tolong bantuin temen saya bawa ni cowo, ke dalam mobil saya. Cepet, gapake lama.” Perintah Zavira kepada pelayan club.

Tara pun digotong oleh Yuta dan pelayan di club untuk masuk ke mobil Zavira. “Gue aja yang nyetir, lo temenin Tara di belakang.” Kata Atuy yang mengambil alih mengemudi. Zavira mengangguk dan pindah tempat duduk di samping Tara.

Kepala Tara ia taro di pahanya, dan ia mengelus ngelus lembut rambut Tara. “Dasar gila, udah tau gabisa mabok, so soan mabok. Jadi ginikan, nyusahin.” Atuy hanya tertawa setelah mendengar Zavira mengomeli Tara yang sedang dalam keadaan mabuk itu.

I love you, Ra. Zavira yang kaget mendengar Tara berbicara, ia langsung menepuk nepuk pipi Tara.

“Heh, bangun bangun udah pagi.” Tara masih saja belom sadar.

Ra, maaf. Aku gabisa hidup tanpa kamu, jadi jangan tingalin aku lagi. lagi lagi Tara mengeluarkan suara menyebut nama Zavira. Namun, Zavira tak peduli. Efek mabuk kata dirinya.

“Ini mau kerumah siapa?” Tanya Atuy.

“Rumah gue aja.”

“Gapapa emang sama bunda lo?”

“Gapapa, lagian bunda juga udah tidur.” Atuy mengacungkan jempol ke arah spion mobil di dalam.


“Jiee, jiee” teriak Zavira dari ruang tamu.

Jie pun turun dari tangga, “kenapa kak?” Jie melihat bahwa Tara sudah dalam keadaan tak sadarkan diri akibat mabuk berlebihan.

“Bantuin kak Atuy gotong Tara ke kamar kamu.” Perintah Zavira.

“Kamar Jie?”

“Iya, cepet. Ini makhluk berat banget.” Jie langsung menggotong Tara bersama dengan Atuy.


“Thank you, Tuy. Hati-hati.” Atuy mengangguk dan melambaikan tangannya pada Jie. “Dadah anak ganteng.” Jie membalas lambaian Atuy.

“Jie, kakak pinjem baju kamu ya? Buat ganti baju Tara. Bau alkohol.” Jie langsung mengambil bajunya di dalam lemari dan menyerahkannya pada Zavira.

“Gantiin, ni.” Jie menggeleng, “kakak aja, kan kakak pacarnya.” Kata Jie yang langsung keluar begitu aja.

“Dasar anak setan.”

Kini Zavira tinggal berdua di kamar Jie bersama Tara. Ia mulai mengangkat baju Tara yang sudah menyengat bau alkoholnya. Tak lupa dirinya menahan napas agar bau alkohol tidak tercium olehnya. “Nyusahin, gausah mabok besok besok.” Disaat Vira mengangkat baju Tara, tiba tiba Tara melotot begitu saja.

“Monyet, gue kaget.” Kata Zavira yang langsung menampar muka Tara.

“Aku dimana?”

“Aku dimana, aku dimana. Dikamar Jie, rumah gue. Gausah mabok besok besok, nyusahin.” Tara hanya tersenyum. “Nih ganti baju sendiri, gue mau balik kekamar gue.” Lanjut Zavira, belom sempat berdiri, tangannya ditahan oleh Tara.

“Disini aja, temenin aku. Aku kangen kamu, Ra.” Kalo boleh jujur, dirinya juga kangen dengan boba eyes dari laki-laki yang sekarang ada dihadapan dirinya.

“Ra?” Tanpa aba aba, Tara langsung meraih rahang Zavira dengan tangannya dan menyatukan bibirnya.

Zavira kini hanya bisa membeku, padahal ini bukan kali pertama dirinya dicium oleh Tara. Namun, tetap saja dirinya kaget.

Tara melepaskan ciumannya, dan menatap Zavira yang kini mulai menjadi batu. “Kenapa? Kaget? Kangen aku juga kan? Gausah gengsi, ayok main.” Kini Tara kembali menyentuh bibir Vira dengan bibirnya.

Zavira mendorong tubuh Tara untuk segera berhenti menciumnya. “Inget ga si, ini dikamar siapa?” Bentak Vira. Tara hanya terdiam, “Maaf.”

“Ganti baju di kamar mandi, cepetan.” Tara mengangguk, ia langsung menuju ke kamar mandi untuk segera berganti pakaian yang sudah bau alkohol.


“Kamu tidur sama Jie, aku di kamar aku. Besok pagi, aku anter pulang.” Tara kini hanya menurut perkataan pemilik rumah tersebut.

“Ra…” Zavira menghentikan langkahnya disaat Tara memanggil namanya.

“Kenapa?”

Tangan Tara kini terbuka lebar, menandakan bahwa dirinya sedang ingin dipeluk. “Peluk … kangen.” Zavira langsung menuju ke arah Tara dan memeluknya.

“Udah? Aku ngantuk.”

“I love you, Vira sayang.”

Tara langsung menuju ke kantin, setelah ia rasa Zavira sudah masuk ke ruangan kelasnya.

Terlihat sudah ada 3 orang laki-laki yang sedang menunggu dirinya, yaitu Atuy, Jo, dan Jeff. “Kok lo ikut ke kantin, Jo?” Tanya Tara.

“Emang kenapa?”

“Bukannya tadi kata lo, bentar lagi masuk, lo gila? hehe.” Jo hanya menyengir setelah diskak mat sama Tara.

“Ibu negara gamarah, Tar?” Kini Atuy yang mulai bertanya pada Tara. Tara pun menggeleng, “engga, dia udah masuk kelas. Doain aja, hahaha.”

Mereka pun menikmati kopi dan teh, buatan mak ati penjaga kantin. “Diminum ya, anak pinter.” Mak Ati pun kembali ke dapurnya untuk melanjutkan masak gorengan.

“Mak,” Mak Ati pun melihat ketika namanya dipanggil. “Siapa yang manggil?” Tara pun mengangkat tangannya.

“Saya mak, mak selalu cantik.” Mak Ati pun tersipu malu, setelah mendengar ucapan Tara tadi.

“Bilang aja kalo mau gorengan. Sabar, belom mateng.”

Tiba-tiba disaat suasana lagi hening, ada seorang perempuan yang Tara kenal, sedang berjalan menuju ke arah meja mereka. “Tara, Zavira digangguin sama Tio.” Setelah mendengar laporan dari Zia teman dekat Zavira, Tara langsung bangun dan menggebrak meja.

“Bangsat, cewek gue digangguin. DIMANA ZAVIRA?”

“Di toilet, gue di usir sama Tio.” Tara pun semakin memanas, segera ia cepat-cepat menuju toilet dimana Zavira dan Tio berada.

Atuy, Jeff, dan Zia mengikuti langkah Tara dan Jo yang sangat cepat. Jo mengikuti langkah Tara yang benar benar sangat cepat, itu.

Tiba tiba…

BRUG

Pintu yang tadinya tertutup rapat, langsung roboh begitu saja, setelah Tara tendang. Benar, yang nendang pintu toilet itu adalah Tara, pacar dari Zavira yang kini sedang di pojokin oleh Tio.

Tio yang kaget, langsung menjauh dari tubuh Zavira. Dan Zavira pun langsung di tarik oleh Zia. “Sini, biarin Tara ngasih pelajaran ke Tio.”

“Ngapain?” Tanya Tara yang masih berusaha Santai.

“Ngapain?” Kini nadanya mulai naik.

Namun tetap saja Tio hanya terdiam dan tak menjawab pertanyaan Tara. Tara yang emosinya sudah di ujung tanduk, ia langsung menghantam wajah dari Tio tersebut.

Bug

“Kalo ditanya tuh, ya jawab Bangsat.” Zavira yang ketakutan melihat Tara seperti ini, ia cuma bisa berlindung di balik tubuh Jo yang besar dan tinggi itu.

Jo merasakan jantung Zavira berdetak kencang, ia langsung membawa Zavira dan Zia keluar. Biarkan yang di dalam hanya ada Jeff, dan Atuy saja yang mengurusi Tara dan Tio.

“Lo tenang, itu akibatnya kalo dia ganggu lo.”

Zia langsung memeluk tubuh dari sahabatnya itu, ia juga merasakan jantung Zavira berdetup kencang. “Gapapa, udah ada Tara. Lo tenang, ya?” Zavira mengangguk.

Keadaan di dalam sudah sangat tak karuan, wajah Tio kini dipenuhi oleh darah akibat pukulan dari Tara yang tak henti henti itu.

BUG

“LO TAU KAN KALO ZAVIRA UDAH PUNYA GUE?” Tio mengangguk, “Terus lo ngapain ngegodain Vira, make dipojok pojokin segala. Ganteng lo?” Lanjut Tara.

Tara yang belom puas, ia ingin menghantam Tio sekali lagi. Namun, tangan Tara di tahan oleh Jeff, yang sudah kasian melihat wajah Tio yang dihantam abis dengan temannya itu. “Udah, kasian. Ayok keluar, cewek lo ketakutan.” Setelah mendengar kata ‘cewek lo ketakutan.’ Tara langsung menuju keluar.

Benar saja, Zavira kini sedang menangis dan tubuhnya bergetar berada dipelukan Zia. Tara pun langsung mengambil alih pelukan Zavira dari tubuh Zia.

“Gapapa, ada aku. Udah aku abisin. Lagian kok bisa si kamu digodain gitu? Apalagi di kamar mandi.” Zavira tak menjawab, ia justru semakin gemeteran setelah mengingat kejadian apa yang barusan terjadi.


Panggilan kepada Tara, Zavira, Zia dan Jeff segera menuju ke ruang bu Indah. Setelah masing-masing namanya dipanggil, mereka langsung menuju ke ruang guru.

tok tok

“Masuk.” Kata bu Indah yang memanggilnya lewat speaker tadi.

“Kenapa bu?” Tanya Tara.

Zia sudah tau kenapa mereka dipanggil, karna sudah ada Tio yang sedang diobatin oleh anak yang menjaga UKS hari ini.

“Tara, kenapa kamu nonjok Tio sampai mukanya seperti ini?” Tara hanya tersenyum miring.

“Jawab.”

“Dia ngelecehin Zavira. Apa itu boleh? Apa disini ada peraturan mahasiswa boleh melecehkan mahasiswi kampus? Gaada kan? Jadi, saya hanya melakukan tugas saya sebagai laki-laki, yang melindungi wanita yang dicintai.” Bu Indah hanya menghela napasnya. Ia memang sudah tau, kalau pasangan ini, sangat terkenal dikampus Ncit.

“Tara, apa gabisa diomongin baik baik, nak?” Tara menggeleng.

“Kalau Zavira, kenapa kamu galangsung kabur waktu saat kejadian itu?”

“Bu, gimana saya mau kabur, kalo tangan saya aja ditahan sama tangan dia.” Tara yang mendengar perkataan Zavira itu, ia langsung berdiri dan menuju ke arah Tio.

“BENER APA YANG DIOMONGIN SAMA CEWEK GUE BARUSAN? GUE TELAT SEDETIK AJA LO UDAH PASTI NYIUM DIA, BRENGSEK.”

Jeff langsung menyuruh Tara untuk tenang dan duduk kembali. “Tenang, ini lagi di ruang dosen.”

“Awalnya memang bagaimana, nak Vira?”

“Jadi saya udah ijin, sama Pak Leo untuk ke toilet bersama Zia. Terus pas saya sampai di toilet, tiba-tiba Tio masuk abis itu nyuruh Zia keluar, dan membiarkan saya bersama dia di dalam. Saya udah bilang ‘ngapain, ini toilet khusus wanita. Laki-laki di sebelah sana.’ Tapi Tio justru, mendorong saya kepojok dan menahan tangan saya agar saya tak kabur. Benar kata Tara, satu detik aja Tara telat dateng, pasti saya udah diapa-apain sama Tio.” Ungkap Zavira.

“Terus mau gimana, nak Tara? Wajah Tio penuh luka, akibat kamu pukuli.”

“Saya gamau tanggung jawab. Salah siapa ngegodain pacar seorang Argantara Ghavio.”

“Yasudah, kalau kamu tidak mau tanggung jawab, minta maaf saja.” Tara menggeleng.

“Apa mau ibu skors?”

“Mendingan saya diskors daripada harus minta maaf sama laki-laki hidung belang.” Tara menarik Zavira untuk segera meninggalkan ruangan.

Tara tiba di depan pagar rumah Zavira sang pacar, dibukakan gerbang untuk Tara masuk oleh mang Jali, “makasih mang…” Dan dibalas anggukan mang Jali.

*tin tin tin

“Zavira, coba lihat siapa yang dari tadi klakson.” Kata Dinda, ibu dari Zavira.

Zavira pun melihat keluar, “gaada siapa siapa mah.” Teriak Zavira dari luar.

“Coba kamu lihat lagi, neng.”

“Woi, keluar ga lo.” Kata Zavira yang menyuruh si tukang klakson keluar.

Tiba tiba dari belakang, tubuhnya dipeluk oleh laki-laki yang sangat ia kenali aroma wanginya. “Tara, kamu ngapain klakson si? Mamah jadi ngomel kan itu, minta maaf sama mamah.” Tara hanya cekikikan, melihat wajah Zavira yang kusut bagaikan pakaian yang tak digosok berhari hari.

“Iya, nanti aku minta maaf. Hug me dulu please…” Zavira menggeleng, “Gamau. Kamu udah iseng, aku ngambek.” Tara ditinggalkan seorang diri di depan pintu rumahnya yang mewah.

“Siapa nak?” Tanya Dinda.

Tara pun masuk, “Assalamualaikum, Tara tante… maaf ya, tadi udah klakson hehe.”

“Waalaikumsalam, kirain siapa hehe. Duduk nak Tara.” Tara pun duduk di sofa rumah Vira. “Ada perlu apa nak, kemari?” Tanya Dinda.

“Gaada si tante, cuma mau minta peluk sama Zavira hehe.” Zavira melotot kaget, setelah mendengar perkataan Tara barusan.

“Engga mah, Tara boong. Dia kesini mau minta makan.”

“Tara mau dipeluk sama anak gadis tante?” Tara mengangguk. “Kalo gitu, tante pergi dulu… kebetulan ada arisan di gang sebelah. Inget, jangan macem macem.” Dinda pun menuju ke kamarnya di lantai dua, untuk mengambil tas yang dibawa pergi arisan.

“Mamahhh…”

Tara yang senyam senyum sedari tadi, ia tak sabar untuk memeluk sang pacar yang ia kangenin dari kemarin.

“Kenapa, senyam senyum? Gila ya?” Tanya Zavira yang agak sedikit judes.

“Hah? Engga hehe. Gausah merah gitu kali pipinya, kaya mau dipeluk siapa aja.” Zavira segera menutupi wajahnya dengan baju yang ia pakai.

Dinda pun turun, “Tara, tante titip Zavira ya…kalo dia nakal cium aja. Tante pamit.” Zavira hanya menghela napas, ia tak mau membalas perkataan mamah nya tadi.

“Seneng?” Tara tetap tersenyum.

“Kayanya kamu beneran gila deh, Tar.”

“Gila karna kamu.” Tara pun menarik tubuh Zavira ke pelukannya, dan menggeletik tubuh Vira. “Ih apaansi, lepasin ga?” Tara menggeleng.

“Gamau, lagian kamu dari tadi gajelas cemberut mulu. Ini hukumannya.” Tara kembali menggelitik tubuh wanita yang ia sayangi itu. Tiba tiba…

“Assalamualaikum, Ji pulang..” Tara yang sedang keasikan menggelitik tubuh Vira di sofa, ia merasa terganggu akan kehadiran Jiano sang adik dari Zavira.

“Waalaikumsalam, Ji.” Di tatapnya Ji dengan tatapan sinis, membuat Ji berhasil melarikan diri ke kamarnya.

“TARA IH, KALO NGELIATIN JI JANGAN KAYA GITU.”

“Lagian, orang lagi asik. Di kamar kamu aja, yuk?”

“Kata orang, gaboleh main di kamar berduaan, nanti ada setan.”

“Iya setannya kamu.” Tara yang tiba tiba menggendong Zavira, Vira pun kaget, dan meminta Tara untuk menurunkan nya.

“Tara turunin.”

“Gamau.”

“Turunin, atau aku—“ Tiba tiba saja bibir Tara mencium bibir Zavira.

“Diem atau aku makin parah?” Zavira memilih diam dibanding diapa-apain dirinya oleh sang pacar.

Mereka berdua tiba di kamar, Tara langsung menaroh tubuh Zavira secara perlahan.

“Dahkan?aman…”

“Ngapain si disini? Di ruang tamu kan bisa.”

“Gamau, nanti diganggu mang Jali.”

“Terus disini mau ngapain?”

Tara mulai mengeluarkan jurus boba eyes andalannya, agar sang pacar mau memeluk dirinya.

“Hug me, Ra, please…” kata Tara yang sudah mengeluarkan jurusnya.

“Argantara, come on… aku lemah kalo kamu udah boba eyes gini.” Tanpa basa basi, Zavira langsung memeluk tubuh Tara. Dan Tara membalas pelukan hangat dari sang pacar.

“Thank you, orang aku cuma minta peluk. Kan kemarin aku udah bilang, aku kangen Zavira sayang…” Zavira semakin mengencangkan pelukannya.

“Tar, jangan pergi ya? Aku sayang kamu.” Tara mengangguk, “Aku gaakan pergi, sayang…” kata Tara yang mengelus rambut Vira.

“I love you.” Zavira mencium bibir laki-laki yang sekarang berada di hadapannya.

“Nakal yaa…”

Dipagi hari yang cerah, Jaeden dan Asha sibuk beberes barang barang yang hendak mereka bawa, agar tak ada yang ketinggalan nantinya.

Pesawat yang akan di naikin keluarga kecil ini, akan take off pukul 15.00 waktu London. Namun, Jaeden tak sabaran sehingga ia menyuruh Asha segera cepat menaruh koper ke bagasi mobil.

“Asha cepet, nanti ketinggalan pesawat.” Kata Eden yang teriak dari luar pintu.

“Sabar si, lagian take off aja jam 15.00, kita udah berangkat jam 10.00 pagi.” Geram Asha.

“Maaf, saya udah gasabar soalnya mau liat Indonesia kembali.” Namun Asha hanya menatapnya sini. “Sha, saya kan udah minta maaf. Gaboleh marah marah sama suami, gabaik.”

“Berisik, mending gendong El.”

“Siap boss.”


Jaeden dan Asha tiba di bandara pukul 11.15, perjalan dari rumah menuju bandara cukup jauh, belom lagi macet.

Kini mereka menuju ke terminal 2 yang ada di bandara. Asha yang repot menggandeng El, dan juga membawa koper, ia meminta untuk Jaeden yang membawa kopernya. “Den, bawa si. Udah tau anak kamu gabisa diem, nih.”

“Marah marah mulu.”

“El jangan lari lari!!!” Teriak Asha. Asha pun menyusul kemana arah pergi nya El.

Sementara itu, Jaeden sedang sibuk membawa 3 koper tanpa bantuan siapapun. “Hadehh ternyata begini repot nya pergi sama bini, dan anak.”


Waktu menunjukkan pukul 14.00 waktu London, dimana sejam lagi pesawat London airlines itu akan segera take off.

Jaeden, Asha, dan El segera memasuki pesawat dan duduk dikuris masing masing.

Asha duduk di deket jendela, El di tengah, dan Jaeden di pinggir. Asha yang tiba tiba menarik El, El pun terkaget “ih bunda, pelan pelan El kabet tau.” Asha hanya tertawa cekikikan dengan tingkah gemes anaknya itu.

“Bunda bisikin,” El yang penasaran pun mendekatkan telinganya, “sekarang hari ayah, kamu ucapin ke papah kamu, sambil cium. Terus bilang “pah, papah waktu dulu sempet punya mantan namanya Renata ya, pah?” Asha tak kuat menahan tawa, sehingga Jaeden yang merasa ke ganggu ia langsung menegor Asha.

“Apasi, Sha?”

“Hah?engga hahaha.”

Jaeden yang tak perduli, ia kembali memasang earphone ke telinganya. Namun tiba tiba, El mencabut nya, “Kenapa, jagoan papah?”

“Pah, dulu waktu papah sebelum sama bunda, papah punya mantan namanya Renata, ya?” Jaeden yang mendengar nya shock, ia sontak melihat ke arah Asha yang kini memalingkan wajahnya menghadap jendela.

“Sha, gausah pura pura galiat, madep saya sini.” Asha yang mencoba menahan tawa, ia membalikkan wajahnya dan menghadap wajah Jaeden.

“Kamu ngasih tau El kalo Renata mantan aku?”

“Engga tuh, El tau sendiri.” Asha kembali menghadap jendela untuk menahan tawa.

“Asha, saya serius.”

Tiba tiba pengumuman bahwa pesawat akan segera take off terdengar. *perhatian, bagi seluruh penumpang London Airlines harap memakai sabuk keselamatan selama berada di dalam pesawat. Pesawat akan segera take off, terima kasih.”

“Tuh denger, diem mau terbang.” Kata Asha yang menyuruh Jaeden untuk diam.

Jaeden hanya menghela napas, sedangkan Asha masih saja menahan tawa.


Kini pesawat mereka tiba di banda Soekarno Hatta. “Hallo, Indonesia…” Kata Asha yang sangat senang menghirup udara kembali di Tanah kelahirannya ini.

“Den, udah cari hotel?”

“Kamu lupa? Kan aku ada appartemen disini.” Asha menepok jidatnya, “maaf, bunda lupa hehe.”

“Istirahat dulu ya, besok baru kita kerumah papah sama Tyson. Oke?” Asha mengangguk.


Jaeden yang sudah bangun lebih awal, kini memandangi wajah dari sang istri. “Sha, kamu hebat. Kamu hebat, bisa ngelewatin ini semua. Dari kamu terjebak dalam permainan teman saya dan mantan saya, sampai kepergian orang yang kamu sayangi. Terima kasih, terima kasih sudah memberi saya kesempatan kembali. Iloveyou.” Asha yang merasakan bibirnya dicium, ia terbangun. Dan dilihat sosok laki-laki yang sedang tersenyum di hadapan nya sekarang, “morning, bunda Asha…” kata Eden.

“Morning too. Udah awas awas, nanti anaknya liat, gabaik tau.” Kata Asha yang menyuruh Jaeden untuk segera menyingkir dari hdapannya.

“Mau gangguin El ah…”

“Eden Jang—“

“Utututu anak papah belom bangun, yuk bangun. Bantuin papah, soalnya papah diomelin terus sama bunda… bangun bangun, nanti papah kasih mainan.” Jaeden yang gemes karna anaknya tak bangun juga, ia memulai aksinya dengan mencium seluruh bagian wajah dari anaknya itu.

“EDEN JANGAN, NANTI EL BANGUN.” Tiba tiba saja, tangan El bergerak dan menabok kepala papahnya tersebut.

“Aduh, dasar sama kaya bundanya.” Asha hanya tertawa melihat Eden yang kena pukulan dibagian kepala, akibat ulah tangan anak nya.

“E-eh papah, maaf pah El gasengaja. Lagian ngapain ciumin El, si?” Anak itu memang sangat pandai berbicara. Sampai-sampai Asha dan Eden heran kenapa bisa anaknya bisa pintar berbicara seperti sekarang.

“Yauda buruan mandi, kita ketemu kakek dan om kamu.”

“Om?”

“Udah sono mandi sama bunda.” El pun menurut, dan dia menyusuli bundanya ke kamar mandi.


Jaeden dan keluarga kecilnya pun, berangkat dari hotel menuju makam, tempat dimana papahnya dan Tyson di makamkan.

“Pah? Kita mau kerumah kakek? Asikkk…” Jaeden hanya tersenyum, wajar saja kalau anaknya itu senang. Karna dari ia di dalam perut Asha dan sampai sebesar ini, papah Eden sudah tidak ada. “Iya kita kerumah kakek.” Kata Eden.

Setelah 35 menit diperjalanan akibat macet, kini mereka sudah tiba di tempat pemakaman. El pun bertanya pada papah nya, “pah? Kok kita kesini? Serem pah, ihhh” Eden mencoba menenangkan El yang berusaha ingin kembali ke mobil.

“El, ini rumah kakek… nanti abis itu kita kerumah om ya.” El mengangguk menuruti perintah papahnya.

“Pah, Eden dateng. Kali ini Eden ga cuma berdua, sekarang ada El. Kenalin pah, cucu papah, namanya Rayya Elio Bachtiar. Bagus kan pah namanya? Ohiya, selamat hari ayah. Terima kasih sudah menjadi papah terbaik, Eden sayang papah.”

“Pah, jangan nangis.” Kata El yang mengelap air mata Eden di pipinya.

“Pah, murid bapak yang kata bapak ngeselin dateng lagi. Sekarang dateng sama cucu papah… papah pasti bahagiakan? Pasti dong hehe. Asha doain papah tenang disana.”

“El doain kakek.”

“Okee pah.”

Selesai doa dan menabur bunga, kini mereka berpamitan karna mau kemakam Tyson. “Pah, Eden, Asha, sama El pamit dulu. Mau ke makam Tyson hehe, sekali lagi, selamat hari AYAH.”

“Mau ke tempat om ya, pah?” Jaeden mengangguk, “Om ini pacar nya bunda.” Tangan Jaeden langsung diserang dengan cubitan dari Asha.

“Jangan dengerin, papah kamu gila, El.”

Setelah berjalan kurang lebih melewat 3blok, kini mereka tiba di pemakaman tempat dimana Tyson di makamkan. “Son, aku dateng sesuai janji.”

Mereka pun mulai berdoa. “Pah, ada hewan…” Hewan yang dimaksud El adalah Kambing. Memang, banyak sekali kambing yang berkeliaran di sekitar makam.

Setelah mereka selesai berdoa, abit itu lanjut menyebar bunga. “Son, anak saya sama Asha, kenalin namanya Rayya, dipanggil El. Ohiya El sini, ini om Tyson, pacar bunda kamu. Bunda sangat sayang sama om Tyson, gara-gara papah, om Tyson ada disini.” Asha langsung menginjak kako Eden, “Sha, sakit. Son liat Son, cewe kamu sekarang galak banget.”

“Ah yasudah, saya sama El ke mobil duluan. Biarkan Asha melepas rindu nya sama orang tercinta. Sha, saya sama El duluan ke mobil, ya?” Asha mengangguk.

“Hai, aku baik baik aja. Maaf ya baru kesini lagi, soalnya tunggu El gede hehe. Ohiya, Diffa dan yang lain gabisa dateng, jadi aku wakilin aja sekalian, gapapakan? Jujur, aku kangen, kangen sekali. Maaf kalo aku masih mencintai kamu sampai saat ini. Son, andai kamu masih disini, mungkin sekarang kita hidup bahagia. Aku sama Jaeden bahagia, tapi… ah gausah dibahas hehe. Aku kangen banget, kangen ngelukis, kangen jalan jalan, kangen ngeliat tingkah random kamu itu. Kangen semuanya. Kan, aku nangis lagi hehe. Maaf ya aku nangis, jangan dimarahin. Yauda aku pamit ya… udah sore, dateng ke mimpi ya, Son. I love you.” Asha mencium batu nisan Tyson.

Jaeden yang melihatnya terharu. Begitu sayangnya Asha terhadap Tyson, andai gue dulu gadateng ke kehidupan Asha, mungkin sekarang Tyson sama Asha hidup bahagia.

”Terima kasih,masalalu. Terima kasih Tyson, terima kasih sudah memberikan rasa sayang dan cinta yang begitu luar biasa. Sekarang aku udah mempunyai keluarga kecil yang membuat aku bahagia. Aku punya suami yang sayang sama istri dan anak, punya anak yang ganteng dan pinter. Aku belajar dari kesalahan Renata, bahwa kesempatan itu tak datang dua kali. Dan jangan pernah menyia-nyiakan seseorang yang kita sayang. Diffa, Annisa, Atuy, dan Arifah, terima kasih sudah menjadi teman baik. Dimanapun kalian berada, semoga kalian sehat selalu.”

  • END -