qianwoole11xd

Joshua tiba dirumahnya, ia terlihat tergesa-gesa menuju ke kamar nya yang berada di lantai 2. Ia takut sang suami beneran marah kepadanya.

“Mas” Joshua membuka pintu kamar itu, benar saja, Dokyeom tidak menjawab panggilan suaminya dan ia sibuk bermain ponsel.

“Mas, maaf.. aku gatau kalo Jisoo tiba-tiba dateng terus ikut nimbrung sama kita.” Joshua memeluk tubuh Dokyeom. Namun yang dipeluk tidak menggubris nya.

“Mandi gih” Akhirnya sang suami berbicara, “iya mas, aku mandi dulu, ya..” Joshua menuju ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Joshua kembali membujuk sang suami. “Mas, serius ini kamu marah?” Tanya Joshua.

“Engga”

“Terus kenapa jawabnya singkat?”

“Lagi males ngomong aja.” Ketus Dokyeom.

“Mas, aku min—“ belom sempet melanjutkan omongan nya, tiba-tiba Dokyeom membelakangi diri nya, “mass ihh!! Kamu tuh marah mas!” Lanjut Joshua yang sambil menggoyangkan tubuh Dokyeom. Tetapi, suaminya lagi-lagi tidak merespon.

“Aku lagi ngeliat foto suami orang lagi di senderin sama mantannya. Udah gitu dia kayak kesenengan gitu..” Ucap Dokyeom yang sambil melihat foto Joshua bersama Jisoo tadi.

Joshua yang melihatnya, ia terkejut. “Mas, kamu dapet darimana? Itu gakayak yang kamu liat, mas.. aku disitu risih.” Ucap Joshua.

“Emang ini kamu?”

“Mas.. iya itu aku, maaf..”

“Ohh, kirain bukan kamu. Soalnya kayak kesenengan gitu, sih.” Dokyeom menutup layar ponsel nya, dan memejamkan matanya untuk segera tidur.

“Mass.. kok tidur sih?? Ihhh aku beneran minta maaf!!” Tak ada jawaban, Joshua membalikan tubuh Dokyeom untuk menghadap diri nya. Kini kedua wajah mereka berdeketan, dan hidung mereka berdeketan hingga tak ada jarak.

Cup

Diciumnya bibir Dokyeom, “mass bangun!!” Masih tak ada respon dari suami nya, Joshua pasrah. Joshua pasrah dengan diri nya yang bakal di ambekin sama sang suami hari esok.

Dokyeom tiba dirumah setelah menyelesaikan meeting dengan klien di kantor. Ia membawakan makanan kesukaan Heeseung dan juga Joshua.

“Ayah pulang~” ucap Dokyeom yang berjalan ke arah mereka sambil menenteng makanan. “Ini buat Heeseung dan juga suami ayah yang paling cantik.” Lanjutnya.

“Ini buat aku? Terima kasih, ya, kamu.” Kata Heeseung yang langsung mengambil makanan nya.

“Andai Ayah ada disini, pasti aku seneng banget diperhatikan sama ayah kayak gini..” Dokyeom hanya bisa tersenyum. Sedangkan Joshua mengelus pundak Dokyeom, “gapapa, mas. Berarti Heeseung mau lebih diperhatiin lagi sama kita.” Ucap Joshua dan dibalas anggukan.

“Ayah naik ke atas dulu, yaa! Mau bebersih, soalnya abis meeting.” Dokyeom pergi ke atas untuk membersihkan diri nya sehabis pulang kantor.

“Papih.. ayah kayaknya beneran udah berubah, ya? Ayah kayaknya beneran nyesel.. Hee gatega..”

“Kamu mau udahin ini semua, Hee?” Heeseung mengangguk. “Yauda, kamu nanti keatas bawain makanan buat ayah, ya! Bilang aja ini makanan buat ayah.” Heeseung kembali mengangguk.

Tok tok tok

Heeseung mengetuk pintu kamar sang ayah untuk memberi makanan yang tadi sudah disuruh oleh papih nya. Dirasa tak ada jawaban, Hee langsung membuka pintu kamar itu.

“Ayah?” Dokyeom tertidur dengan keadaan bibir yang sudah pucat. “Ayah kenapa?” Heeseung menaruh makanan terlebih dahulu di meja, dan mulai memeriksa keadaan sang ayah.

Panas

Tubuh Dokyeom semuanya panas. Heeseung yang panik, ia segera keluar dan memanggil papihnya. “PAPIH!!” Joshua yang mendengar, langsung naik keatas.

“Ada apa abang..” Heeseung menarik tangan Joshua untuk segera menuju kedalam kamar. “Papih pegang jidat ayah deh” Joshua menuruti permintaan anak nya itu.

“Astaga.. ayah kamu panas tinggi, Hee. Tolong ambilkan kompres buat ayah kamu, Hee..” Heeseung menurut. Diri nya langsung turun dan mengambil yang disuruh papihnya.

“Pasti kamu kecapekan ya, mas? Ditambah anak kamu ngerjain kamu.. maaf ya, mas. Ini permintaan Hee buat ngerjain kamu..” Joshua terus memegang tangan Dokyeom yang cukup panas itu.

Heeseung datang dengan membawa baskom dan juga kain untuk menurunkan demam sang ayah, “ini pih” Joshua memeras kain tersebut dan menaruhnya di atas dahi Dokyeom.

“Bang, kamu tidur sama ayah, ya? Papih sama Enchae tidur di kamar kamu. Temenin ayah, biar kalian saling memaafkan.”

“Iyaa, pih.” Joshua turun dan meninggalkan Heeseung bersama Dokyeom.

“Ayah.. maafin Heeseung yaaa.. makasih ayah udah ngakuin kesalahan ayah, dan minta maaf sama Hee. Sekarang, Hee yang minta maaf karna udah ngerjain ayah dengan Hee pura-pura lupa. Maaf, ya ayah.. Heeseung sayang ayah. Hee Janji, Hee gaakan cemburu lagi sama Enchae. Maaf, ayah.. ayah cepet sembuh yaa..” Heeseung memeluk erat Dokyeom yang tengah tertidur dengan badan yang masih cukup panas itu.

Dokyeom tiba dirumah sakit, ia berlari menuju ruangan Heeseung. Diri nya sangat amat menyesal dengan perilakunya waktu itu kepada sang anak. Saat ini, ia ingin meminta maaf dan berlutut kepada putra nya itu.

Dibuka pintu kamar Hee, terlihat ada Joshua, Enchae, dan juga Jake. “Heeseung!! Abang!! Jagoan ayah~” dipeluk erat tubuh jagoan nya itu.. “abang, maafin ayah soal kemarin.. maafin ayah udah main tangan kamu, maafin ayah, ya bang?” Lanjut Dokyeom.

“Maaf.. kamu siapa?” Dokyeom sontak terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Heeseung.

“Nak.. ini ayah. Ayah Dokyeom..”

“Ayah saya di luar kota. Kamu siapa?” Dokyeom benar-benar kaget, bagaimana bisa anaknya berkata seperti itu.

“Chu, ini Hee kenapa? Kok bisa dia lupa sama aku?” Dokyeom bertanya kepada Joshua.

“Mas.. Hee mengalami amnesia. Bukan cuma sama kamu doang dia gak inget.. tapi sama aku, Enchae, dan juga Jake, mas. Kamu harus berusaha keras buat bikin Hee balik ingatannya dan minta maaf sama dia dengan tulus.” Ucap Joshua.

Heeseung yang mendengar itu, ia tersenyum bangga. Sebab, papihnya itu berhasil mendukung permainan yang ia buat.

“Chu.. mas..mas nyesel, Chu.. mas benar-benar nyesel. Mas minta ampun sama kamu.. mas nyesel Chu udah bikin Heeseung kayak gini. Mas gagal jadi ayah, Chu. Mas, gagal..” Saat ini Dokyeom menangis sambil berlutut di hadapan Joshua. Ia benar-benar minta ampun atas kesalahan dia.

Jake yang melihat, sebenarnya tak tega dengan permainan ini semua.. tapi biar gimanapun, ayah dari teman nya itu harus bertanggung jawab atas kesalahan nya.

“Mas, bangun.. malu ada Jake sama Enchae. Sini peluk aku, mas..” Dokyeom memeluk Joshua dengan erat, melepaskan semua penyesalan nya, dan menangis sejadi-jadi nya. Joshua membiarkan Dokyeom menangis dipelukan nya. Ia membiarkan air mata suami nya membasahi bahu nya.

“Mas, coba deketin lagi Heeseung nya.. minta maaf dengan tulus. Inget, mas, waktu itu kamu nampar Hee. Minta maaf nya yang ikhlas, tulus, dan janji gaakan ngulangi lagi.” Dokyeom mengangguk. Ia menuruti perkataan suami nya itu.

“Heeseung, kenalin saya Dokyeom. Itu suami saya, Joshua. Dan anak kecil itu, anak angkat saya, Enchae. Saya punya anak kandung cowok, hebat, ganteng sekali. Saya bangga sama dia. Tapi, dia dirumah sakit karena saya. Karena saya usir, dan saya tampar. Dia melampiaskan semuanya dengan cara balapan dan mabuk. Saya ingin sekali meminta maaf sama anak saya.. saya menyesal. Saya benar-benar menyesal atas perbuatan saya. Saya siap menerima konsekuensi apapun dari anak saya, yang penting saya di maafkan. Saya akan berusaha menjadi ayah yang lebih baik lagi untuk anak, dan juga suami saya. Kalau boleh, izinkan saya memeluk kamu seperti saya memeluk anak saya yang hebat itu setiap saat.” Heeseung mengangguk.

Dokyeom menangis di pelukan sang anak, “kalo kamu mau manggil saya dengan sebutan ayah, boleh, boleh banget. Atau kalau kamu mau ikut dengan saya kerumah, juga boleh.” Heeseung yang mendengar itu, ia menahan tangisnya.. ia tak mau permainan ini berakhir begitu saja. Kalau bisa, ia mau permainan ini bertahan sampai dua hari.

Joshua yang tak kuat melihat ini semua, ia keluar dengan air mata yang sudah jatuh membasahi pipi nya itu. Jake juga ikut keluar bersama Eunchae untuk menyusul Joshua.

“Papih!” Teriak Enchae

“Papih kenapa nangis? Siapa yang jahatin papih?” Tanya Enchae, “papih gapapa, sayang.. gaada yang jahatin papih. Papih cuma kelilipan.” Saut Joshua.

“Om, kayaknya om Dokyeom beneran nyesel deh.. itu kayaknya suara dari hatinya langsung..” ucap Jake.

“Papih, abang kenapa?” Tanya Enchae kepada sang papih.

“Enchae sayang.. abang lagi bobo.”

“Tapi mulut abang ditutupin begitu, apa abang bisa napas papih?” Pertanyaan demi pertanyaan Enchae lontarkan kepada Joshua. Diri nya pun bingung menjelaskan kepada Enchae tentang keadaan Heeseung yang sedang koma.

“Enchae sayang.. abang bisa napas kok. Sebentar lagi abang bangun buat main sama Eunchae… sabar, ya, sayang..” Joshua mengelus surai rambut anak angkat nya itu.

Kini Joshua duduk di sofa dan Enchae duduk dibawah sambil bermain dengan mainan yang sudah ia bawa dari rumah. “Papih, enchae boleh main papih?” Joshua mengangguk. “Tapi jangan berisik, ya, sayang.. abang lagi bobo” lanjut Joshua dan Enchae memberikan tanda jempol.

Tok tok tok

Joshua tengah terlelap di sofa, sedangkan Enchae masih asik bermain dibawah. Enchae yang mendengar ada suara dari pintu, ia berlari menuju pintu.

“Iya, om? Om nyari siapa? Ini ruangan abang.” Rupanya ini adik angkat nya Heeseung dalam hati Jake.

“Ohh haloo~ om temen nya abang kamu. Om boleh masuk?”

“Tapi ada papih aku lagi bobo, om. Gapapa?”

“Om tunggu luar deh, gaenak sama papih kamu.” Enchae berlari ke arah papihnya, Jake yang terkejut dengan tingkah Enchae, ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sebab, saat ini anak kecil itu membangunkan sang papih yang sedang tertidur pulas.

“Papihh bangun.. ada temen abang di luar~ kata temen abang, gaenak soalnya ada papih. Papih bangun…” Enchae terus menggoyangkan tubuh sang papih, agar papih nya itu terbangun.

Setelah merasa ada yang menganggu tidur nya, Joshua pun terbangun. “Ada apa, sayang?” Enchae menunjuk ke arah pintu, “ada temen abang di depan pintu.” Kata Enchae, dan Joshua berjalan menuju pintu.

Joshua melihat Jake tengah duduk untuk menunggu diri nya di persilahkan masuk. “Jake?” Jake yang mendengar, ia segera berdiri, “iya, om” ucap Jake.

“Dari tadi, apa baru Jake? Maaf, yaa.. om ketiduran.”

“Baru, om. Gapapa, om..”

“Yuk, masuk.” Jake dan Joshua memasuki ruangan tempat Hee yang masih nyaman dengan tidur panjang nya itu. Sudah sekitar tiga minggu Heeseung koma, Jake tak bosan-bosan untuk menjenguk teman nya yang mengatakan sayang kepada nya.

“Makasih ya, Jake. Makasih karna sudah jagain Heeseung, udah mau nemenin Heeseung disini tiap hari.” Jake mengangguk, “sama-sama om. Saya lakuin ini karna ikhlas, dan saya.. saya sayang sama Heeseung, om..” Jake menunduk malu setelah berbicara seperti itu.

“Jake kalo mau duduk nemenin Hee, duduk aja yaa.. om sama Enchae di Sofa. Gapapa, kok. Om sekalian nunggu ayahnya Hee dateng..” Jake mengangguk, “makasih om.” Lanjut Jake.

Jake kini duduk di samping Heeseung yang tengah tertidur, kali ini ia yakin kalau Heeseung nya bakal bangun dari koma nya. Di pegang nya tangan Heeseung, Jake tidak perduli kalau ia menjadi tontonan oleh Joshua dan juga Enchae.

“Hee, bangun, yuk.. ada papih kamu, sama adik kamu. Ternyata Enchae lucu juga, yaa.. gemes, kayak kamu kalo lagi salting. Kamu gacapek apa ya tiduran tiga minggu disini? Ayok bangun.. aku kangen, kangen banget. Aku kangen kamu manggil yeyun yeyun.. aku sayang sama kamu, Hee.” Jake tak kuasa menahan air matanya saat ini. Ia membiarkan air matanya turun, ia benar-benar sangat rindu dengan sosok yang saat ini tengah tertidur.

Jake yang masih menangis dengan tangan Heeseung yang berada di tangkupan pipinya, ia merasakan tangan Hee bergerak. “OM!! Tangan Hee gerak, Om.. Hee bangun om!!” Joshua segera mendekat untuk melihat sang anak yang sudah terbangun dari koma nya selama tiga minggu ini.

Jake segera keluar untuk mencari Dokter. “Dok, pasien atas nama Lee Heeseung sadar, Dok.” Dokter yang mendengar itu, langsung bergegas menuju ruangan.

“Maaf, bisa tolong minggir sebentar?” Joshua dan Enchae segera mundur, agar Heeseung segera di periksa.

“Pasien sudah mulai membaik. Tapi, tolong jangan banyak bertanya dulu, yaa.. karena kepala pasien masih belum bisa bekerja dengan baik akibat benturan keras yang terjadi. Saya tinggal dulu.”

“Terimakasih, Dok.” Ucap Joshua.

“Ye-yeyun? Gue ada dimana ini??” Tanya Hee.

“Dirumah sakit, Hee. Waktu itu, lu kecelakaan. Terus koma, dan baru sadar sekarang.” Ucap Jake, “Oh, iya, ini ada papih sama Enchae” lanjut Jake dan mempersilahkan Joshua untuk duduk dan mengobrol bersama anak nya.

“Abang.. maafin papih, yaa.. maafin kalo papih nyuruh-nyuruh kamu waktu itu.. ini Enchae, katanya kangen banget main sama abang..”

“Abang!! Enchae kangen sama abang..” Enchae memeluk erat tubuh Heeseung, melepaskan kerinduan nya. “Ayuk abang kita main lagi.. enchae tidur nya sendiri mulu. Papih sama ayah berduaan di kamar nya.. enchae di kamar abang tidurnya, wangi abang. Enchae kangen” seperti abang sendiri, enchae benar benar merindukan kehadiran Heeseung dirumah.

Jake yang melihat itu, tersenyum. Sepertinya Heeseung mendengarkan perkataan nya waktu itu.

“Abang, ayah katanya mau kesini, mau minta maaf sama abang. Boleh?” Hee menatap Jake, dan yang ditatap mengerti maksud dari pria yang berada di depan nya itu. Jake mengangguk, “boleh. Tapi Hee ada rencana.” Ucap Hee.

“Apa, bang?”

“Kalo Hee pura pura amnesia gimana? Abang mau males dendam sama ayah. Abang mau bikin ayah nyesel, dan minta maaf sama Hee.”

“Abang.. bales dendam itu gabaik. Itu kan ayah kamu, nak..” ucap papih.

“Seminggu doang kok.. yaa pih?” Joshua mengangguk.

“Chat ayah nih?”

“Iyaa”

Joshua mulai mengechat sang suami sesuai permintaan anak nya itu.

Setelah mendapatkan pesan seperti itu dari sang suami, Dokyeom alias Seokmin segera menuju ke kamar anaknya yang berada di lantai bawah. Dokyeom sudah sangat rindu dengan bau tubuh Jisoo yang wangi, apalagi saat ini ia sedang berendam di Bath Tube milik sang anak.

Tok tok tok

Di ketuk pintu kamar Hee, namun rupanya tak ada jawaban. Dirinya langsung membuka pintu kamar itu secara perlahan agar sang anak tidak terbangun. “Chu? Jichu??” Dokyeom berjalan ke arah kamar mandi.

Dibuka pintu kamar mandi, terlihat Jisoo tengah menuangkan sabun cair ke tangannya untuk dibaluri ke tubuhnya. “Chu” panggil Dokyeom. Namun Jisoo terkejut, “ASTAGA! Mas!! Aku kaget!” Ucap Jisoo yang kembali melanjutkan meyabuni tubuhnya, dan Dokyeom segera menutup.

“Mas gerah juga, Chu. Mas ikut mandi, ya?” Tanpa butuh jawaban dari Joshua, Dokyeom segera melepaskan semua pakaian yang menutupi tubuh keker nya itu. Ia langsung berendem di Bath Tube bersama sang suami.

“Mas, nanti kalo Hee bangun gimana?”

“Engga sayang.. tadi aku liat Hee pules tidurnya.”

“Terus sekarang mau apa?” Tanya Jisoo.

Dokyeon mendekatkan wajah nya sampai hidungnya mengenai hidung Joshua. “Mas rindu kamu, chu. Kita main, ya.. mas pelan pelan kok.” Dokyeom langsung melumat secara perlahan bibir sexy Joshua. Dan Joshua membiarkan lidah Dokyeom menjelajahi isi mulut nya.

“Hmmphhh” lenguhan berhasil keluar dari mulut Joshua.

Dokyeom yang mendengarnya, semakin memperdalam ciumannya dan membiarkan saliva mereka saling bertukar. “M-mashh” dirasa oksigen nya sudah abis, Dokyeom melepas tautan ciuman mereka.

“Beneran mau masuk, mas? Aku takut Hee denger deh” Dokyeom bangun dari Bath Tube untuk melihat keadaan anaknya. Dibuka sedikit pintu kamar mandinya, ia mencoba mengintip Heeseung yang ternyata masih tertidur pulas.

“Chu, anaknya masih tidur pules. Mas janji main pelan-pelan.” Chu mengangguk. Dokyeom kembali menutup pintu tersebut dan masuk ke dalam Bath Tube.

“Chu, kamu di atas, ya?” Chu kembali mengangguk dan menuruti perintah suaminya yang ingin dirinya berada di atasnya.

“Pelan-pelan loh, mas..”

“Iya sayang”

Dokyeom mulai memasuki penisnya secara perlahan ke lubang milik suaminya yang sudah basah sedari tadi.

“aaahhhh” Joshua yang sadar bawa desahannya terlalu keras, ia bergerak cepat menutup mulutnya. “Maaf, mas” lanjut Joshua.

“Mas genjot, ya?” Joshua mengangguk.

“Ahh ahh, mashhh~”

“Chu, kamu baru mas genjot sekali aja, udah ngedesah.. keliatan banget kamu yang sange.” Joshua menggaruk kepalanya dan disambung dengan pipinya yang sudah merah akibat malu karna ketauan kalo dirinya juga merindukan tubuh suaminya itu.

“Aku aja yang gerak ya, mas?” Joshua mulai menggoyangkan pinggul rampingnya serta menaik turunkan pantatnya “ngghhhh masshh” Dokyeom sangat menikmati permainan dari suami cantiknya itu, dan memandangi wajah cantik Joshua.

Dokyeom mengikut alur permainan Joshua agar suaminya tidak lelah sendirian. Hentakan demi Hentakan terdengar sangat jelas di dalam kamar mandi milik anaknya itu.

“Ahh ahh massshh ahh”

“Pelan pelan mass.. ssshhhh aahhh”

Desahan demi desahan telah keluar dari mulut Joshua, “cantik chu, kamu cantik banget malem ini arghhh~ mas mau keluar chuu~” ucap Dokyeom.

Joshua tiba-tiba bangun dan memegang penis Dokyeom untuk diarahkan ke dalam mulutnya. “Kamu mau ngapain, Chu?” Tanya Dokyeom.

“Keluarin semua di dalam mulut aku mas.” Dokyeom segera mengeluarkan cairan spermanya ke dalam mulut suaminya itu dan dibantu dengan tangan cantik milik Joshua.

“Lanjut di kamar aja yuk? Takut Hee denger..” ucap Dokyeom dan dibalas anggukan oleh Joshua. “Iyaa.. tapi mas mau lanjut ngapain?” Tanya Joshua.

“Nen.. tadi mas gasempet nenen sama kamu.”

“Yauda, ayok cepet make baju”

Selesai mereka berdua memakai baju, Dokyeom membuka pintu dan dikejutkan dengan sang anak yang sudah berdiri di hadapannya.

“ASTAGA! LEE HEESEUNG!

Heeseung yang juga kaget kenapa tiba-tiba ayahnya bisa berada di kamar mandi miliknya, “ayah ngapain di si—“ Hee juga melihat papihnya yang sudah terlihat lemas di dalam kamar mandi nya, “papih?” Joshua dan Dokyeom segera menuju ke atas tempat kamar mereka tidur.

Ayah, papih keluar barengan dari kamar mandi Hee, ngapain ya? Terus muka papih kayak lemes gitu.. tapi ayah mukanya ngeliat Hee kayak orang abis keciduk nyuri perhiasan. Aneh~

Mank eak

Daniel langsung menancapkan gas untuk menuju ke tempat Zara berada. Dirinya sangat frustasi setelah melihat kembali isi room chat ia dan Zara. Zara sepertinya begitu terlihat sudah sangat mabuk, sampai-sampai mengetik saja sudah sangat ngaco.

“Beneran sinting, gue harus ngomong apa sama tante Karin?” Ucapnya sambil mengusak ngusak rambut didalam mobil.


Tak butuh waktu lama, Daniel tiba di tempat club malam itu. Ia langsung masuk kedalam mencari Zara didalam.

Ia melihat dari kejauhan Zara sedang menunduk, dirinya langsung menghampiri Zara, “baguss malah mabuk disini” Zara hanya memandang Daniel sekilas dan melanjutkan menundukkan kepala.

“Ra?” Panggil Daniel.

“Ra?” Tak ada jawaban sama sekali dari wanita yang ada didepannya itu.

“Ra?” Tetep tidak ada jawaban. Mau tak mau, Daniel harus menggendong Zara untuk segera keluar dari tempat itu. “Nyusahin, untung gue sayang.” Katanya.

Daniel langsung menidurkan Zara di kursi belakang, ia membiarkan Zara terlelap dalam tidurnya sampai tiba di appartement miliknya. “Love you, Ra.” Ucapnya sambil mencium kening milik Zara itu.


Tiba di Appart, Daniel langsung meletakan Zara di kasur besar miliknya. Ia menelpon teman perempuannya untuk meminta bantuan menggantikan pakaian milik Zara. Karna kalau tidak, ia bisa dituduh mabuk oleh om Gerald.

Pov Daniel dan Lula

“La, bantuin gue dong”

”bantuin apaan?”

”Gantiin baju cewek di kamar appart gue sekarang”

”bentar, bentar… gimana? Lu bawa cewek ke kamar? Ngapain anjing?!”

”nanti gue ceritain kalo lo udah kesini.” katanya Daniel yang langsung ditutup telponnya oleh Lula.


*tok

*tok

*tok

“Masuk, La” Lula pun memasuki appartement Daniel. Benar saja ia melihat ada sosok wanita sedang tertidur pulas dikasur milik temannya itu. “Gue harus apa terusnya?” Tanya Lula.

“Gantiin baju dia, ambil baju gue dilemari, terus pakein ke dia. Gue mau masak bentar” Lula pun mengangguk, ia menuju lemari Daniel untuk mengambil baju.

Lula pun langsung menggantikan baju Zara. “Pinter juga ni Daniel milih cewek” kata Lula. “Cakep lagi, buset dah…” lanjutnya.

“LULAA, UDAH BELOM??” Teriak Daniel dari dapur.

“Udahhh, lo dimana?” Tanya Lula balik pada Daniel.

“Dapur, sini makan.” Lula pun menuju ke dapur tempat Daniel berada.

“Oh, iya, lo katanya mau cerita dia siapa” Daniel menghentikan makannya dan mulai bercerita.

“Oke. Gue cerita sekarang.” Lula yang sudah siap sedari tadi, ia langsung mendekatkan wajahnya agar bisa mendengarkan lebih jelas.

“Jadi gini… gue sama cewek itu, oh iya gue belom kenalin namanya. Dia namanya Zara. Gue dijodohin sama dia, gatau karna apa, tapi gue nurut aja.” Lula menepuk bahu Daniel, “bagus, ini baru temen gue.” Memang. Lula dan Daniel sudah berteman cukup lama, namun, diantara mereka tidak ada saling suka, mereka berdua benar-benar sudah seperti kakak beradik. Sangat dekat, namun tidak pacaran.

“Lanjut, lanjut” kata Lula yang menyuruh Daniel untuk melanjutkan ceritanya itu.

“Iya gue dijodohin, gue mau, dia mau. Tapi ada syarat,” Lula penasaran apakah syaratnya itu? “Apa?” Tanya Lula. “Syaratnya, gue gaboleh ngepublish tentang perjodohan ini, gue sama dia satu kampus. Dia adik tingkat gue. Jadi, dia minta gue gak ngasih tau ke siapapun itu sebelum dia duluan ngasih tau.” Lanjut Daniel.

“Terus?”

“Udah.” Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari kamar, Daniel langsung menuju kekamar, “kenapa sih?” Tanya Daniel pada Zara yang menutupi badannya dengan selimut.

“MONYETTT, LO KAN YANG GANTIIN GUE BAJU?! NGAKU?!! NGAMBIL KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN!” Daniel berhasil kena timpuk bantal dari Zara.

“Bukan gue yang gantiin, tapi Lula.” Lula? Siapa Lula? “Siapa Lula?” Merasa namanya dipanggil, Lula menyusul Daniel kekamarnya. “Gue Lula. Halo, salam kenal.” Lula menjulurkan tangan terlebih dahulu.

“H-halo… gue Zara,” Zara membalas.

“Gue temennya Daniel, jadi lo jangan cemburu yaa. Tenang aja, gue gaakan rebut dia dari lo.” Ucap Lula.

“Eh.. lo udah tau?” Lula mengangguk. “Tenang aja, gue gaakan ngasih tau siapapun.” Zara tersenyum.

Setelah Zara selesai memakai pakaian, ia segera turun untuk bertemu dengan Daniel, Daniel itu.

“Nah ni anaknya. Dek, salim dulu sama om Gerald.” Zara pun salim kepada Gerald orang tua dari Daniel. “Nah ini Daniel, Dek.” Zara hanya melihatnya dengan tatapan sinis. Namun yang ditatap justru tersenyum.

manis ucap Zara dalam hati.

“Jadi gimana mas, jadi kita jodohin anak kita?” Zara dan Daniel sama sama kaget mendengar ucapan Kiran itu. “Mamah, apaansi? Siapa yang mau dijodohin?” Tanya Zara dengan tegas.

“Ya kamu. Kan anak mamah cuma kamu, Dek.” Benar saja firasat Zara sebelumnya bahwa dirinya akan dijodohkan. Bukan dengan om-om, melainkan dengan Daniel kakak tingkat dia di kampus.

“Nak Daniel setuju?” Tanya Kiran pada Daniel.

“Zara setuju, saya setuju, tan.” Ucapnya.

“Zara gimana?” Zara yang sedang minum langsung tersedak begitu saja. “Pelan-pelan dek kalo minum,” kata Kiran yang sambil mengusap punggung putrinya.

“Tadi mamah nanya apa?” Kiran menghela napasnya mencoba untuk menjelaskan kembali. “Kata Daniel, Daniel setuju kalo kamu setuju. Kamu setuju apa enggak?” Kini gantian Zara yang menghela napas, “alasan mamah, dan om untuk jodohin kita berdua apa?” Mereka berdua saling tatap-tatapan, seakan mereka tak ada jawaban untuk menjawab pertanyaan dari Zara.

“Om mau Daniel ada yang ngatur. Karna om sendiri sibuk dengan kerjaan yang ada di kantor,” alasan yang gabisa Zara pahamin namun ia hanya mengangguk. “Kalo mamah?” Tanya Zara pada Kiran, “kalo mamah… ya mamah mau Daniel bisa ngawasin kamu. Lagi juga mamah udah tua, Dek, kamu gak kasian sama mamah?” Zara hanya bisa menunduk diam, “oke Zara setuju.” Ucapnya. “Tapi ada satu syarat, Daniel harus jaga rahasia perjodohan ini sebelum aku yang bongkar.” Lanjutnya.

“Gimana Daniel?” Tanya Gerald pada sang anak. Daniel mengangguk menyatakan bahwa dirinya setuju dengan persyaratan yang Zara kasih.

“Yasudah Ran, saya sama anak saya pamit pulang dulu. Terima kasih nak Zara sudah menerima perjodohan ini,” Zara bangun dari kursinya untuk salim dengan Gerald, “sama-sama om. Hati-hati, ya…” Gerald dan Daniel meninggalkan rumah mereka.

“Nyusul Harkan dirumah David,” ucap Nathan, yang dibalas anggukan oleh Hardin.

Hardin segera berlari menuju rumah David untuk menyusul Harkan. “Nyalain lilinnya dulu, kan?” Harkan mengangguk. “Lu gaada rencana buat bikin Pelin kesel atau apa gitu?” Harkan hanya menggelengkan kepalanya. “Baru kali ini surprisein pacar tanpa adanya prank prank’an.” Harkan hanya menatap Hardin sinis dan langsung kembali fokus pada kue yang ia bawa.

“Jalannya pelan-pelan, aja.” Suruh Hardin.

Hardin melihat sosok Nathan dari kejauhan. Untungnya Nathan orang yang gampang peka, jadi, dirinya langsung mengisyaratkan abangnya untuk menutup kedua mata Pelin dengan tangannya. “Ini ada apasih bang?” Tanya Pelin, “nanti kamu juga tau.” Pelin menghela napas, ia hanya menuruti perkataan abangnya tadi.

Hardin, dan Harkan mulai memasuki halaman rumah, yang sudah dipenuhi oleh teman-teman baru Pelin. “Nanti kalo udah hitungan ke tiga, kamu buka mata, ya?” Pelin mengangguk.

1

2

3

Tepat dihitungan ketiga, Pelin membuka matanya, ia terkejut melihat kehadiran sosok yang sangat dirindukan olehnya. Harkan. Orang yang selama ini ia rindukan, semenjak dirinya pindah ke London.

“H-Harkan? Ini kamu?” Pelin menangkup wajah Harkan dengan kedua tangannya, untuk memastikan apakah dirinya sedang mimpi, atau tidak.

“Iya ini aku. Selamat ulang tahun wanita yang sangat sangat aku cintai. Semoga diumur kamu yang sekarang ini, kamu makin bahagia. I love you, Lin.” Tanpa aba-aba, Pelin langsung memeluk tubuh Harkan dan menangis terharu. “Thank you, thank you so much, Har. Makasih udah wujudin keinginan aku ngerayain ulang tahun sama pacar.” Harkan mengusap rambut Pelin secara gemas “gemess” kata Harkan yang berhasil membuat wajah Pelin memerah.

Namun, ada satu orang yang sedang Pelin tunggu. Yaitu, Papahnya. Papahnya belum juga datang. *Apa papah benar-benar lembur dan tidak datang ke acara ulang tahun aku?” Ucapnya dalam hati.

Tak lama kemudian terdengar suara klakson dari depan pagar rumahnya, “bang itu siapa?” Tanya Pelin pada Nathan. “Coba kamu lihat sendiri.” Pelin melangkahkan kakinya menuju depan pagar.

Pelin melihat di depannya terdapat mobil mewah impiannya dari kecil, namun, siapa yang ada di dalamnya? Tak lama, kaca mobil pun terbuka, seseorang memakai kacamata hitam, berjas rapih, nampak seperti papahnya. Laki-laki itu bersiul pada Pelin “neng diem aja, gamau deketin abang ni?” Dengan langkah yang berat, Pelin memberanikan diri untuk mendekati laki-laki itu, “bukain kacamata abang dong” Pelin pun nurut, belum semuanya dibuka, dirinya kaget bahwa laki-laki itu adalah papahnya.

“Ih papah, Pelin udah takut tau… papah beli mobil baru? Mobil papah mana?”

“Loh kata siapa ini mobil papah? Orang ini mobil kamu kok. Mobil papah tuh dibelakang rumah, udah papah taro di garasi.” Pelin langsung memeluk tubuh sang papah, “makasih banyak pah. Maaf Pelin belum bisa jadi putri terbaik buat papah. Tapi Pelin janji, Pelin janji akan bahagain papah.” Yang di peluk hanya bisa tersenyum. “Ohiya, pah, ada Harkan datang kesini” lanjutnya.

“Papah tau, orang ini rencana dia kok untuk merahasiakan semuanya dari kamu.” Pelin tak habis pikir, bisa-bisanya Harkan merencanakan semuanya. Tapi, Pelin benar benar bahagia pada malam itu. Pelin menghabiskan waktu bersama keluarga, sahabat, dan juga sang kekasih.

-END

Harkan, dan Nathan kini sedang berada di toko kue ulang tahun. “Nat, beliin yang mana, ya? Masalahnya, kuenya cantik-cantik anjir …” ucap Harkan yang bingung memilih kue untuk sang pacar.

“Itu aja yang ungu, yang ada kupu-kupunya,” Harkan pun menyadari bahwa Pelin menamai kontak di hapenya Har memakai emot kupu-kupu. “Yaudah bang, itu aja.” Nathan pun segera memanggil karyawan kue itu.

“ Just one?” Dua-duanya mengangguk, “ Come with me to the cash register.”

Nathan, dan Harkan pun menuju kekasir untuk membayar kue tersebut. “ So how much is it?” tanya Harkan, “ Two hundred thousand” kata penjaga kasirnya, kemudian Harkan mengeluarkan duit 200 ribu untuk membayarnya.

Selesai membayar, mereka berdua segera menuju ke rumah tetangganya Nathan untuk menitipkan kue.

“Terus gue?” Tanya Harkan.

“Lu tunggu disitu sampe gue telpon” Harkan mengangguk paham.